tirto.id - Presiden Joko Widodo belum juga mengumumkan susunan Kabinet Kerja jilid 2, padahal ia sudah menyinggung itu sejak Agustus lalu. Informasi soal ini 'tenggelam' saat isu-isu lain seperti kerusuhan Papua dan demonstrasi mahasiswa mengemuka.
Isu ini kembali ramai dibicarakan setelah beredar kabar Gerindra, partai oposisi Jokowi yang pada pilpres lalu mencalonkan sang ketua umumnya Prabowo Subianto, dapat tiga kursi menteri sekaligus. Bahkan Prabowo disebut-sebut akan mengisi kursi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) meski itu dibantah Ketua DPP Gerindra Sufmi Dasco.
"Saya klarifikasi bahwa tidak ada pembicaraan mengenai Menteri Pertahanan atau Menko Polhukam. Baik ditawarkan atau meminta," tegas Dasco.
Namun, Wakil Ketua DPR RI itu tak menampik bila partainya memang mengincar posisi, terutama Menteri Pertanian atau kementerian yang lain yang bersinggungan dengan ketahanan pangan.
Partai-partai koalisi Jokowi lantas merespons isu ini. Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid misalnya, mengaku asal untuk "perbaikan pemerintahan dan atas kemauan Jokowi sendiri," mereka siap "mendukung 100 persen" Gerindra masuk ke kabinet meski misalnya nanti 'jatah' untuk PKB berkurang.
Hal ini ia utarakan di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Dia juga menegaskan, "PKB akan tetap jadi partai yang setia kepada Pak Jokowi." Sebab, katanya, "keputusan Pak Jokowi pasti dengan pertimbangan matang."
Hal serupa dikatakan Sekjen Nasdem Johnny G Plate. "Persetujuan bukan dari Nasdem, [tapi] dari presiden. Kami mendukung keputusan presiden," kata Johnny.
Dinamika Politik
Bagi pengamat politik dari KedaiKopi Kunto A Wibowo, Jokowi sesungguhnya tengah berstrategi saat tak juga mengumumkan formasi kabinet. Hal ini, kata Kunto, tidak bisa dilepaskan dari situasi politik kiwari.
"Jokowi sedang terdesak di beberapa front. Front dengan koalisinya karena Gerindra minta jatah menteri, dan front di revisi Undang-Undang KPK yang dia dijepit permintaan rakyat dan elite politik. Jadi dia menyimpan nama ini (calon menteri) sebagai kartu Joker," kata Kunto kepada reporter Tirto, Selasa (8/10/2019).
Ringkasnya, kata Kunto: nama-nama calon menteri sengaja disimpan rapat-rapat sebagai daya tawar dengan politikus dan partai. Namun ini bukan 'kartu' pamungkas. "Saya yakin Jokowi masih punya 'kartu' lain untuk dimainkan."
Sementara peneliti dari Populi Center Usep S Achyar menduga Jokowi tidak kunjung mengumumkan nama menteri karena dia sesungguhnya tidak leluasa untuk itu. Jokowi, katanya, berusaha mengakomodasi kepentingan seluruh pihak saat penyusunan kabinet, termasuk wacana wakil menteri.
"Dugaan saya semua diakomodasi walau sharing of power-nya mungkin agak alot di antara partai-partai koalisi dan partai yang baru [mau] masuk di koalisi," kata Usep kepada reporter Tirto, Selasa (8/10/2019).
Dinamika politik Indonesia saat ini cukup kompleks, kata Usep. Terlebih karena koalisi di legislatif lebih cair ketimbang koalisi saat pilpres lalu. Ini misalnya terlihat ketika Gerindra berkomunikasi dengan PDIP untuk mendorong Ketua MPR dari Gerindra--meski lantas yang dipilih adalah Bambang Soesatyo, Ketua Umum Golkar, salah satu partai koalisi Jokowi.
Bekas Wali Kota Solo ini diprediksi tengah mengkaji blok-blok yang muncul di Senayan.
Ini penting karena bagi Usep Jokowi tak mau pemerintahannya lima tahun ke depan bermasalah. Sebab bagaimanapun eksekutif perlu DPR saat ingin merealisasikan berbagai kebijakan.
"Sisi politik menjadi pertimbangan," katanya.
Apa pun yang tengah dipertimbangkan Jokowi, dia dibatasi waktu. Pelantikan presiden-wakil presiden terpilih 2019-2024 sudah ditetapkan pada 20 Oktober nanti, atau kurang dari dua pekan lagi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri