tirto.id - Salah satu tradisi adat pernikahan Betawi adalah Palang Pintu. Tradisi unik ini berisi laga pencak silat, adu pantun, hingga pembacaan Al-Quran dan salawat.
Palang Pintu ini adalah tradisi untuk membuka mahligai pintu pernikahan dan ketaatan atas norma adat yang berlaku di masyarakat setempat.
Hingga sekarang, tidak ada catatan yang menyebutkan kapan Palang Pintu bermula di Betawi. Namun, tradisi ini sudah diselenggarakan tokoh Betawi Si Pitung (1874-1903) ketika akan memperistri Aisyah yang merupakan putri kesohor Betawi, Murtadho.
Saat itu, Murtadho dikenal sebagai Jawara Kemayoran. Untuk bisa mempersunting anak perempuannya, Si Pitung harus membuka Palang Pintu, melawan ayah calon Istrinya yaitu Murtadho dengan keterampilan silat dan beradu pantun.
Konon ceritanya, Si Pitung berhasil menundukkan Murtadho dalam tradisi Palang Pintu dan menikahi Aisyah, sebagaimana dikutip dari buku Perosesi Adat Perkawinan Betawi Buke Palang Pintu (2013) yang ditulis Bachtiar.
Dalam bahasa Betawi, palang artinya penghalang agar orang atau sesuatu tidak bisa masuk/lewat. Artinya, tradisi Palang Pintu dimaksudkan agar pihak mempelai laki-laki membuka pintu restu dari mempelai perempuan.
Kemudian, pintu (rumah pihak perempuan) dijaga oleh jawara sebagai penghalang. Jawara dari mempelai perempuan itu harus ditaklukkan oleh pihak laki-laki atau perwakilan jawaranya.
Dalam prosesi Palang Pintu, akan diselenggarakan laga bela diri silat, adu pantun, serta pembacaan Al-Quran dan salawat. Ketiga aksi itu memiliki simbol masing-masing bagi kelangsungan keluarga yang akan dibangun oleh kedua pasangan.
Pertama, adu silat dimaksudkan agar pihak laki-laki, yang dalam adat Betawi berfungsi sebagai kepala keluarga, harus memiliki kemampuan menjaga dan melindungi keluarganya dari marabahaya.
Kedua, keterampilan berpantun bermakna bahwa laki-laki harus dapat menghibur keluarganya agar ceria dan bahagia.
Selain itu, adu pantun juga sebagai lambang diplomasi dari pihak laki-laki untuk mencapai kata mufakat dengan keluarga perempuan.
Ketiga, pembacaan Al-Quran dan salawat bermakna bahwa pihak laki-laki harus bisa menjadi imam yang baik bagi keluarganya, paham agama, dan menuntun anak-istrinya dalam kebaikan.
Dari muasalnya, tradisi Palang Pintu dianggap berasal dari Betawi Tengah dan Betawi Kota. Sementara itu, Betawi Pinggiran menyebut tradisi Palang Pintu dengan julukan Rebut Dandang.
Tradisi Palang Pintu ini adalah salah satu dari rangkaian prosesi pernikahan adat Betawi yang terdiri dari Ngedelengin, Nglamar, Bawa Tande Putus, Buka Palang Pintu, Akad Nikah, Acare Negor, dan Pulang Tige Ari.
Dilansir dari situs pemerintah Jakarta, tradisi Palang Pintu adalah simbol ujian yang harus dilalui mempelai laki-laki. Untuk membuka pintu restu dari keluarga perempuan, jawara dari mempelai laki-laki harus bisa mengalahkan jawara dari tempat tinggal perempuan.
Palang Pintu ini juga berfungsi sebagai upaya mendekatkan hubungan antarkampung dan antarkeluarga. Seiring perkembangannya, Palang Pintu tidak hanya diselenggarakan dalam acara pernikahan, melainkan juga acara penyambutan tamu hingga peresmian kantor.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari