tirto.id - Penemuan pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, menghebohkan warga belakangan ini. Pagar laut tersebut membentang sepanjang 30,16 kilometer di kawasan pesisir Tangerang.
Keberadaan pagar laut di pesisir Tangerang telah mendapat tanggapan dari Kementerian Perikanan dan Kelautan (KPP) RI.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan pihaknya akan segera mencopot temuan tersebut.
“Pasti (pagar) itu akan kami copot," katanya, dikutip Antara, Kamis (9/1/2024).
Trenggono menyatakan pihaknya mesti mengkaji apakah pagar laut tersebut memiliki izin terkait Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KRRL) atau tidak.
"Jika pagar tersebut mengantongi izin KKPRL, maka akan tetap berdiri," katanya.
“Perlu dicatat bahwa semua bangunan yang dibangun di wilayah laut Indonesia harus memiliki izin KKPRL," tambah Trenggono.
Apa Itu Pagar Laut di Tangerang dan Kenapa Ilegal?
Pagar laut adalah penghalang yang terbuat dari bambu dan membentang 30,16 kilometer di kawasan pesisir.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten mengonfirmasi, pagar bambu itu memiliki tinggi sekitar 6 meter dan melintang di 16 kecamatan.
Pemasangan pagar laut itu terdiri dari anyaman bambu, paranet, dan juga pemberat berupa karung berisi pasir.
Pagar laut itu membentang di 3 desa Kecamatan Kronjo, 3 desa Kecamatan Kemiri, 4 desa Kecamatan Mauk, 1 desa masing-masing di Kecamatan Sukadiri, Pakuhaji, serta 2 desa Kecamatan Teluknaga.
Pagar laut ini terus bertambah panjang dan sampai saat ini belum diketahui secara pasti siapa yang membangunnya. Pagar laut tersebut dapat dikatakan ilegal jika nantinya ditemukan tidak memiliki izin KKPRL.
Apalagi pagar laut sepanjang 30,16 km itu berada di kawasan pemanfaatan umum, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) 1/2023 yang meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Ombudsman RI akan melakukan investigasi terkait penemuan pagar laut tersebut. Dugaan awal, bahwa pembangunan pagar laut dari bambu itu terindikasi pelanggaran atau malpraktik dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM). Ombudsman menyebut, jika malpraktik itu bisa melibatkan sejumlah lembaga dan instansi pemerintah.
“Hasil investigasi Ombudsman bisa menjadi dasar yang kuat bagi tindakan hukum lebih lanjut. Jika ditemukan adanya pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang di kasus pagar laut pesisir Tangerang, hasil investigasi dapat diteruskan ke lembaga penegak hukum, seperti kepolisian atau kejaksaan, untuk melakukan proses hukum yang lebih mendalam,” tulis Ombudsman dalam rilisnya, Kamis (9/1/2024).
Fungsi dan Dugaan PSN di Pagar Laut Tangerang
Ada dugaan bahwa pemagaran bambu di pesisir laut Tangerang sepanjang 30,16 kilometer terkait dengan pembangunan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK2) yang ditetapkan pemerintah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Menteri Perikanan dan Kelautan Sakti Wahyu Trenggono belum bisa memastikan hal tersebut.
"Saya tidak tahu soal itu [apakah PSN atau tidak]. Namun, perlu dicatat bahwa semua bangunan yang dibangun di wilayah laut Indonesia harus memiliki izin KKPRL," ungkapnya dikutip dari Antara, Kamis (9/1/2025).
Anggota Ombudsman RI, Yeka Fatika Hendra, mengungkapkan adanya dugaan pencatutan PSN dalam pembuatan pagar laut tersebut. Keberadaan pagar laut tersebut ditaksir menimbulkan kerugian sebesar Rp8 miliar bagi nelayan terdampak.
“Ini jelas bukan kawasan PSN! Kok ada pemasangan pagar bambu di laut hingga 1 km dari pinggir laut? Ini jelas merugikan nelayan! Tidak kurang dari Rp8 miliar nelayan rugi gara-gara pagar bambu ini,” ujar Yeka.
Pagar bambu tersebut berbentuk berlapis-lapis dan dianggap membatasi pergerakan kapal nelayan. Sedangkan, penimbunan tambak dan aliran sungai memperparah situasi. Keberadaannya mengganggu alur air dan ekosistem sekitar.
Keberadaan pagar laut sebenarnya sudah ditemukan sejak tahun lalu. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banten, Eli Susiyanti menyatakan pihaknya pertama kali mendapatkan informasi pada 14 Agustus 2024.
Dinas Perikanan dan Kelautan Banten lantas mendatangi lokasi pada pada 19 Agustus 2024. Awalnya, petugas menemukan ada aktivitas pemagaran laut yang saat itu masih di sepanjang kurang lebih 7 km.
"Kemudian setelah itu tanggal 4-5 September 2024, kami bersama dengan Polsus (Kepolisian Khusus) dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan juga tim gabungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, kami kembali datang ke lokasi bertemu dan berdiskusi," katanya dilansir dari Antara, Selasa (7/1/2024).
Pada 5 September tersebut, Eli mengungkapkan pihaknya juga berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa di daerah setempat. Disebutkan, tidak ada rekomendasi atau izin dari camat maupun dari desa terkait pemagaran laut. Namun kala itu, belum ada keluhan dari masyarakat terkait pemagaran tersebut.
Pada 18 September 2024, Dinas Kelautan dan Perikanan Banten melakukan patroli dengan melibatkan petugasnya serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Saat itu, Dinas Perikanan dan Kelautan Banten kala itu meminta aktivitas pemagaran dihentikan.
"Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR Satpol-PP, Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana, dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km. Terakhir malah sudah 30 km," tutur Eli.
Hingga saat ini, KPP telah menyegel pagar laut bambu di Tangerang itu. Penyegelan itu dipimpin Direktur Jenderal (Dirjen) PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono, Kamis (9/1/2025).
"Pak Presiden (Prabowo Subianto) sudah menginstruksikan. Saya pun tadi pagi diperintahkan Pak Menteri (Trenggono) langsung untuk melakukan penyegelan. Negara tidak boleh kalah. Kami hadir di sini untuk melakukan penyegelan karena sudah meresahkan masyarakat, sudah viral," ucapnya.
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Dipna Videlia Putsanra