tirto.id - Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) ramai diperbincangkan publik lantaran Peraturan Menaker Nomor 2 Tahun 2022 dianggap tak berpihak pada buruh.
Pada 2 Februari 2022, Kemnaker mengeluarkan Peraturan Menaker (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Namun Permenaker ini menuai kritik terkait isinya yang menyatakan dengan tegas bahwa JHT diberikan kepada peserta atau penerima manfaat ketika sudah mencapai usia 56 tahun.
Sementara pada peraturan sebelumnya, yakni Permenaker Nomor 19/2015, peserta atau penerima manfaat dapat memperoleh JHT ketika peserta berhenti bekerja yang diakibatkan pengunduran diri, pemutusan hubungan kerja (PHK), atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay berpendapat bahwa pemerintah harus meninjau ulang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
“Saya melihat bahwa Permenaker No. 2/2022 masih sangat layak untuk diperbincangkan di publik. Diskusi publik itu dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja,” kata Saleh dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (13/2/2022).
Banyaknya kritik soal JHT, Menaker Ida Fauziyah mengatakan bahwa JHT dimaksudkan untuk kepentingan jangka panjang demi menyiapkan para pekerja di usia yang sudah tidak produktif atau dalam masa tua.
"Sesuai namanya Program JHT adalah merupakan usaha kita semua untuk menyiapkan agar para pekerja kita di hari tuanya, di saat sudah tidak bekerja, mereka masih dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik," ujar Ida Fauziyah, Senin (14/2/2022).
Untuk kepentingan jangka pendek sudah terdapat beberapa program lain seperti yang terbaru Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk membantu para pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Terkait ketentuan JHT diberikan kepada peserta yang mencapai usia 56 tahun, Ida mengatakan ketentuan itu tidak berlaku untuk peserta yang meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap.
Perbedaan JHT dan Jaminan Pensiun
JHT menurut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
JHT dibayarkan kepada Peserta jika:
- Mencapai usia pensiun;
- Mengalami cacat total tetap;
- Meninggal dunia.
Besar iuran JHT setiap bulan sebesar 5,7 persen dari upah:
- Pekerja 2 persen dari Upah sebulan;
- Pemberi kerja 3,7 persen dari Upah sebulan.
Manfaat JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada Peserta atau ahli warisnya jika Peserta meninggal dunia.
Sedangkan Jaminan Pensiun adalah program perlindungan yang diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
Jika JHT dibayar sekaligus, maka JP bisa dibayarkan setiap bulan dan atau sekaligus apabila peserta memasuki usia pensiun, cacat total tetap atau meninggal dunia.
Sementara besar iuran JP setiap bulan sebesar 3 persen dari upah:
- Pemberi kerja 2 persen dari Upah sebulan;
- Pekerja 1 persen dari Upah sebulan.
Editor: Iswara N Raditya