Menuju konten utama

Apa Itu Butterfly Effect? Ini Penjelasan dan Contoh Peristiwanya

Istilah Butterfly Effect yang sering digunakan pada kehidupan sehari-hari kerap dihubungkan dengan keputusan kecil yang ternyata berdampak besar.

Apa Itu Butterfly Effect? Ini Penjelasan dan Contoh Peristiwanya
Ilustrasi Butterfly Effect. foto/istockphoto

tirto.id - Istilah butterfly effect cukup sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Istilah ini kerap digunakan untuk menggambarkan bagaimana keputusan kecil dapat mempengaruhi peristiwa besar yang tidak terduga.

Contohnya, sebuah pilihan sederhana, seperti memutuskan untuk mengambil jalur berbeda saat berangkat kerja, bisa saja mengubah seluruh alur hari itu. Tanpa disadari, tindakan kecil itu dapat memicu rangkaian kejadian yang jauh lebih besar.

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam seputar butterfly effect dan bagaimana konsep ini bisa ditemukan. Pahami juga terkait contoh butterfly effect serta perbedaannya dengan domino effect.

Apa Itu Butterfly Effect?

Dalam laman The Decision Lab dijelaskan bahwa butterfly effect adalah konsep dari teori chaos yang menjelaskan bagaimana perubahan kecil pada satu bagian sistem dapat memicu dampak besar di bagian lain secara non-linear.

Teori butterfly effect pertama kali dijelaskan oleh Edward Norton Lorenz, seorang matematikawan dan ahli meteorologi, melalui sebuah metafora. Ia menggambarkan bahwa kepakan sayap kupu-kupu di satu wilayah dapat memicu terjadinya tornado di tempat lain beberapa minggu kemudian.

Butterfly effect atau efek kupu-kupu didasarkan pada gagasan bahwa dunia ini sangat kompleks dan saling terhubung secara mendalam. Oleh karena itu, keputusan kecil yang terasa tidak signifikan dapat memengaruhi keseluruhan sistem yang lebih besar.

Butterfly effect juga menunjukkan bahwa sistem yang terhubung sangat sensitif terhadap perubahan kecil pada kondisi awalnya. Hal ini membuat hasil akhirnya sulit diprediksi. Metafora kepakan sayap kupu-kupu yang bisa memicu badai menyoroti ketidakpastian ini.

Dalam teori chaos, perubahan kecil dapat terakumulasi melalui rangkaian kejadian yang kompleks. Akibatnya, dampak akhirnya sering kali sulit diprediksi dengan akurat.

Asal Usul Penggunaan Istilah Butterfly Effect

Penggunaan istilah butterfly effect sebenarnya berakar dari pemikiran yang sudah ada sejak berabad-abad lalu, sekitar abad ke-13 atau ke-14 melalui karya Benjamin Franklin. Dalam sebuah puisi, Franklin menggambarkan bagaimana hal kecil dapat memicu dampak besar.

Lebih lanjut, masih di laman The Decision Lab, dalam puisinya, Franklin menjelaskan bahwa kehilangan sebuah paku tapal kuda dapat berujung pada kekalahan dalam pertempuran dan jatuhnya sebuah kerajaan.

Namun, istilah butterfly effect seperti yang kita kenal sekarang pertama kali diperkenalkan oleh Edward Lorenz, seorang meteorolog dan matematikawan. Saat mencoba menciptakan model untuk memprediksi cuaca, Lorenz menemukan bahwa perubahan kecil pada kondisi awal, meski hanya sebesar 0,000127, dapat menghasilkan prediksi cuaca yang sangat berbeda.

Temuannya tersebut menunjukkan bahwa kondisi awal yang tampaknya sepele dapat memengaruhi hasil secara signifikan.

Pada tahun 1963, Lorenz mempublikasikan temuannya dalam makalah berjudul Deterministic Nonperiodic Flow. Dalam tulisan tersebut, ia menyatakan bahwa ketidakakuratan dalam prediksi cuaca disebabkan oleh dua hal, yakni mustahilnya mengetahui kondisi awal secara presisi dan dampak besar dari perubahan kecil pada sistem cuaca.

Untuk menjelaskan idenya dengan cara yang lebih mudah dipahami, Lorenz memperkenalkan metafora tentang kepakan sayap kupu-kupu. Ia menggambarkan bahwa kepakan sayap tersebut dapat memicu perubahan kecil pada atmosfer yang berpotensi mengubah arah badai besar, meskipun hasil akhirnya tidak dapat diprediksi dengan pasti.

Melalui karya-karyanya, Lorenz membawa konsep ini keluar dari ranah ilmiah semata dan membuatnya menjadi bagian dari budaya populer.

Contoh Butterfly Effect pada Peristiwa Nyata

Dilansir dari situs Helpful Professor, salah satu contoh butterfly effect dalam peristiwa nyata terjadi pada tahun 1928, seorang ilmuwan bernama Alexander Fleming secara tidak sengaja menemukan jamur tumbuh di cawan petri yang tidak terpakai.

Saat mengamati lebih dekat, ia menyadari ada bakteri di sekitar jamur tersebut yang mati. Alih-alih membuang cawan petri itu, Fleming memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut.

Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa jamur tersebut berasal dari genus Penicillium. Ia menemukan bahwa cairan jamur yang dihasilkannya mampu membunuh bakteri penyebab berbagai penyakit, seperti demam scarlet dan pneumonia.

Fleming kemudian memberi nama zat tersebut Penicillin, yang menjadi dasar pengembangan antibiotik pertama.

Keputusan kecil Fleming untuk tidak membuang cawan petri tersebut menciptakan efek kupu-kupu yang berdampak besar bagi dunia. Penemuan Penicillin telah menyelamatkan jutaan nyawa dan merevolusi dunia medis hingga saat ini.

Perbedaan Domino Effect dan Butterfly Effect

Butterfly effect dan domino effect sama-sama menggambarkan bagaimana satu peristiwa dapat memengaruhi peristiwa lain. Namun, keduanya memiliki perbedaan mendasar pada sifat perubahan dan pola hubungan antar-peristiwa. Lantas, apa perbedaan domino effect dan butterfly effect?

Butterfly effect mengacu pada fenomena di mana perubahan kecil dalam kondisi awal suatu sistem dapat menghasilkan dampak besar yang tidak terduga. Perubahan ini bersifat non-linear, artinya hasil akhirnya tidak mengikuti pola yang dapat diprediksi.

Efek kupu kupu sering muncul dalam situasi yang melibatkan banyak variabel kompleks, sehingga dampaknya sulit diperkirakan. Sebagai contoh, keputusan kecil seperti menunda perjalanan beberapa menit dapat memicu serangkaian kejadian yang mengubah hidup seseorang secara drastis.

Sementara itu, domino effect menggambarkan rangkaian peristiwa yang terjadi secara linear dan mengikuti pola sebab-akibat. Satu peristiwa memicu peristiwa berikutnya secara berurutan, seperti jatuhnya satu ubin domino yang menyebabkan ubin lainnya jatuh.

Efek domino lebih teratur dan dampaknya sering kali dapat diprediksi. Misalnya, tindakan membantu seseorang membawa barang belanjaan dapat memotivasi orang lain untuk melakukan hal serupa sehingga menciptakan reaksi positif berantai.

Baca juga artikel terkait TRIVIA atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Edusains
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Dhita Koesno