tirto.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memberikan tambahan waktu selama tiga hari untuk platform mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat. Perpanjangan waktu itu diberikan karena sampai hari ini beberapa plikasi raksasa lain seperti Google, YouTube, dan Disney+ terlihat belum terdaftar.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangarepan mengatakan, jika dalam waktu tiga hari perusahaan tersebut belum mendaftar, maka pemerintah akan mengambil langkah tegas untuk melakukan pemblokiran.
"Tahapnya, kami kirim surat peringatan, beri batas waktu tiga hari kerja. Kalau tetap tidak mau mendaftar, berarti mereka tidak mau lagi beroperasi di Indonesia, kami blokir," kata Samuel kepada Tirto.
Google, lewat perwakilan mereka, mengaku akan segera mendaftarkan diri pada Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat. Namun sampai batas akhir belum nampak terdaftar di situs PSE Kominfo.
"Kami mengetahui keperluan mendaftar dari peraturan terkait, dan akan mengambil tindakan yang sesuai dalam upaya untuk mematuhi," ujar pihak Google dikonfirmasi Tirto.
Lalu apa dampaknya jika Google benar-benar diblokir pemerintah?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai banyak kerugian akan didapat jika pemerintah melakukan pemblokiran terhadap Google. Karena Google menurutnya tidak sekedar sebagai mesin pencarian saja, namun berkaitan dengan sistem lainnya seperti: google drive, gmail, dan beberapa akses lainnya.
"Pertama kalau Google secara sistem itu yang bahaya. Ada kerugian tidak bisa kita hitung karena kan tergantung sifat kerahasiaan data yang tersimpan. Termasuk misalnya email-email yang terkonfirmasi melalui email atau apapun itu pasti menjadi kesulitan besar, karena semua terkoneksi itu yang pertama," kata Tauhid saat dihubungi Tirto, Rabu (20/7/2022).
Dia mengatakan, jika mesin pencarian Google yang diblokir pemerintah masih bisa dimaklumi. Terlebih banyak pilihan alternatif lain untuk mengakses. Namun jika sistem dari Google diblokir maka dampaknya amat luar biasa.
"Kalau hanya mesin pencari saja ada substitusi lah tapi kalau misalnya yang mahal kan penyimpanan sama koneksi dengan yang lain sifatnya kerahasiaan," ujarnya.
Tauhid menekankan jika pemerintah memang serius melakukan pemblokiran, maka harus ada persiapan. Paling tidak disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat. Tujuannya agar masyarakat bisa memindahkan data-datanya terlebih dahulu, baik kodefikasi, email baru hingga lainnya.
"Memang perlu sikap tegas pemerintah saya kira itu upaya hukum agar lembaga perusahaan internasional menghormati masing masing negara. Jadi saya kira jangan langsung blokir kasih tau masyarakat siap-siap kita mau blokir tolong seluruh kodefikasi aplikasi email itu cari alternatif," seruannya.
Pengamat Ekonomi IndiGo Network, Ajib Hamdani menambahkan, jika dalam kondisi ekstrim harus tutup, tentunya ini menjadi lose lose solution. Perekonomian akan mengalami distraction ketika operator sebesar google, misalnya harus ditutup.
"Harapan dunia usaha, tentunya Google mematuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah," ujar Ajib dihubungi terpisah.
Ajib mengatakan regulasi dibuat Kominfo harus bisa memberikan dua hal: kepastian hukum, dan sisi lain berfungsi sebagai insentif dunia usaha. Dari sisi pemerintah harus tegas agar regulasi bisa dijalankan oleh para pelaku usaha, termasuk jatuh tempo para pelaku usaha mengikuti aturan yang ada.
"Penegakan hukum perlu dilakukan untuk kepastian," ujarnya.
Namun, di sisi lain, memang fungsi regulasi semaksimal mungkin harus bisa memberikan dorongan buat dunia usaha. Sehingga kapan regulasi itu dibuat fleksibel dan kapan harus dibuat tegas menjadi seni tersendiri buat pemerintah.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang