tirto.id - Dua ungkapan baik yang sering tertukar pengucapannya adalah lafal Masya Allah dan Subhanallah. Sederhananya, ungkapan Masya Allah digunakan untuk ekspresi takjub menyaksikan hal yang indah. Sementara itu, Subhanallah adalah ungkapan ketidaksetujuan atau melihat sesuatu yang kurang baik. Berikut ini penjelasan mengenai dua ungkapan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat teladan Rasulullah SAW dalam bercakap, berkata-kata, dan bergaul dengan sesama. Kata-kata yang diucapkan beliau adalah ujaran mulia. Beliau SAW tak pernah mengumpat atau mengucapkan kata-kata kotor.
Sebagai nabi dan panutan umat Islam, sudah selayaknya Rasulullah SAW menjadi suri teladan, contoh untuk ditiru dalam akhlak mulia sehari-hari. Hal itu tertera dalam surah Al Ahzab ayat 21:
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah," (QS. Al-Ahzab [33]: 21).
Daripada mengumpat ketika melihat hal menakjubkan (misalnya, anjir, keren banget) atau jengkel pada suatu hal, ada baiknya mengganti ungkapan tersebut dengan kata-kata yang lebih mulia, yakni Masya Allah atau Subhanallah.
Ungkapan 'Masya Allah' untuk Ekspresi Takjub
Secara instingtif, manusia kadang kala terpesona atau takjub menyaksikan peristiwa luar biasa, pemandangan indah, atau kabar mencengangkan.
Ketika menyaksikan atau mendengar informasi mengesankan tersebut, umat Islam dianjurkan mengucapkan Masya Allah.
Hal itu berlandaskan hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Siapa saja yang melihat sesuatu yang membuatnya takjub, hendaklah ia berkata‘Mâsyâ Allâh'."
Apabila kondisi menakjubkan itu merupakan hal baik dan kita mengharapkan hasil positif darinya, Nabi Muhammad menganjurkan untuk menambahkan ucapan doa, sebagaimana dilansir NU Online.
Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan Amir bin Rabiah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Jika salah seorang kamu melihat sesuatu pada diri dan hartamu, lalu itu membuatmu takjub, hendaklah berdoa memohon keberkahan."
Ungkapan 'Subhanallah' untuk Ekspresi Ketidaksetujuan atau Menyaksikan Hal Kurang Baik
Di sisi sebaliknya, apabila menyaksikan hal yang kurang baik atau tidak setuju dengan suatu hal, seorang muslim dapat berkata Subhanallah.
Dalam bahasa Arab, Subhanallah artinya "Maha Suci Allah". Pada kasus ini, apabila seseorang menyaksikan hal buruk atau yang kurang baik, kemudian ia berkata Subhanallah, artinya ia sudah berdoa baik agar terhindar dari hal tersebut.
Sederhananya, ungkapan Subhanallah bermakna Maha Suci Allah dari hal buruk tersebut. Allah suci dan terlepas dari hal yang kurang baik itu.
Selain itu, ungkapan Subhanallah juga dapat dilafalkan ketika tidak setuju dengan suatu perilaku atau pendapat.
Hal ini tampak dari pengalaman salah seorang sahabat, Abu Hurairah yang bertemu Rasulullah SAW ketika dalam kondisi junub, ia berkata:
"Suatu hari, aku berpapasan dengan Nabi Muhammad SAW di sebuah jalan di Madinah sedang aku masih junub. Aku lalu pergi diam-diam meninggalkan Rasulullah, kemudian mandi bersuci.
Rasulullah SAW sendiri mencari ke mana sahabatnya itu menghilang. ‘Kamu tadi ke mana Abu Hurairah?’ tanya Rasulullah SAW kepadaku saat aku datang.
‘Saat tadi kita bertemu, aku masih kondisi junub, Ya Rasulullah. Aku enggan duduk bersamamu sebelum aku mandi’. ‘Subhanallah, orang beriman itu tidak najis,’ sambut Rasulullah SAW,” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadis di atas, Nabi Muhammad SAW mengucapkan kata Subhanallah sebagai ekspresi ketidaksetujuan. Saat ia tidak setuju dengan tindakan dan pendapat Abu Hurairah, beliau berkata Subhanallah.
Sebagai catatan, sebenarnya dua ungkapan di atas bukanlah pernyataan rigid atau kaku. Alhafiz Kurniawan dalam uraian "Baca Subhanallah atau Masya Allah saat Saksikan Keindahan" menyatakan bahwa dua ungkapan tersebut sama-sama baik dan boleh diucapkan ketika menyaksikan keindahan.
Tidak ada lafal khusus yang diajarkan Islam untuk kondisi tertentu. Penjelasan mengenai Masya Allah dan Subhanallah di atas adalah berdasarkan makna dua ungkapan tersebut. Penggunaan kata dan ungkapannya dapat saja bergeser sesuai konteks pegaulan sehari-hari.
Hal itu dicontohkan dengan ungkapan Umar bin Khattab yang berkata Allahu Akbar atas ketakjubannya.
"Aku berkata 'Apakah Anda [Ya Muhammad] menceraikan istri-istri Anda?' Rasulullah SAW menjawab, 'Tidak'. Aku menjawab, 'Allahu Akbar'," (H.R. Ibnu Abu Tsaur).
Berdasarkan hal itu, kita boleh membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil, Masya Allah, atau zikir-zikir serupa ketika melihat hal menakjubkan.
Demikian juga ketika menyaksikan hal buruk, kita dapat mengucapkan lafal taawudz, kalimat tasbih (Subhanallah), doa berlindung diri kepada Allah, dan sebagainya.
Editor: Addi M Idhom