tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut banjir yang melanda wilayah ibu kota, pada Jumat, 26 April 2019 karena air kiriman. Hal itu akibat tak terkendalinya volume air yang datang dari daerah hulu di Bogor, karena tidak adanya bendungan.
Anies mengatakan membangun bendungan adalah salah satu cara paling efektif karena air dari hulu akan dialirkan secara bertahap sehingga volume air yang diturunkan ke area pesisir, seperti Jakarta, akan bisa dikontrol.
“Solusinya memang adalah pengendalian volume air dari hulu, selama volume air dari hulu tidak dikendalikan, maka tinggal giliran saja. Nanti di mana, tahun [depan] lagi tahu-tahu di mana. Tiga tahun lagi tahu-tahu tempat mana. Ini semua terjadi karena volume air dari hulu ke pesisir tidak dikendalikan,” kata dia saat ditemui wartawan di Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (27/4/2019).
Penahan yang dimaksudkan Anies berupa dua bendungan atau waduk di Bogor yang ia perkirakan akan rampung pada Desember 2019. Rencananya jumlah bendungan tersebut akan terus ditambah.
“Membangun bendungan untuk kemudian dialirkan secara bertahap, sehingga volume air yang turun ke pesisir itu akan bisa dikontrol. Nah, sekarang proses pembangunannya sedang berjalan, ada dua bendungan Ciawi dan Sukamahi,” kata Anies.
Namun, dalih Anies soal banjir Jakarta karena “air kiriman” dikirik pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Jakarta, Nirwono Joga. Ia justru mempertanyakan pembangunan waduk yang disebut Anies sebagai salah satu solusi.
Menurut Nirwono, semestinya Anies fokus pada pencegahan dan penyelesaian banjir yang berada dalam wilayah kerjanya, bukan sebaliknya. Sebab, kata dia, dua waduk yang diandalkan Anies tersebut berada di luar Jakarta.
“Waduk-waduk baru yang dibangun di luar wilayah DKI Jakarta, kan, bukan tugas Gubernur DKI. Itu tugas Gubernur Jabar dan Pemda Bodetabek,” kata Nirwono saat dihubungi reporter Tirto, Sabtu (27/4/2019).
Nirwono mengatakan, semestinya Anies menjawab masalah banjir di ibu kota yang terjadi sejak Jumat kemarin dengan berbagai upaya yang sudah ia lakukan dalam konteks mengantisipasi banjir di DKI Jakarta.
“Sekarang apa yang sudah dilakukan Gubernur DKI dalam dua tahun ini dalam mengantisipasi banjir? Itu yang harus disampaikan ke masyarakat,” kata Nirwono.
Warga Harap Pemprov DKI Jeli Atasi Banjir
Ketua RW 07 Kelurahan Cililitan, Jakarta Timur, Noer Ali mengakui bahwa banjir yang kerap merendam 16 RT di wilayahnya, sebab kiriman air dari Bendungan Katulampa di Bogor, Jawa Barat.
Namun, ia berharap Pemprov DKI punya upaya lain untuk mengantisipasi banjir yang setiap tahun selalu menerjang kampungnya.
Ali mencontohkan banjir yang terjadi pada Jumat kemarin. Menurut dia, ketinggian air bervariasi mulai dari 1 meter sampai dengan 3 meter. Salah satu RT yang mengalami ketinggian air sampai 3 meter, berada di RT 09.
Menurut Ali, sebetulnya posisi RT 09 itu jauh dari bibir Kali Ciliwung. Ia taksir jaraknya sekitar 100 meter. Ali menilai ada beberapa faktor yang menyebabkan air bisa sebegitu dahsyatnya menerjang wilayah terebut.
Pertama, kata Ali, posisi RT 09 memang lebih rendah daripada posisi RT lainnya di wilayah RW 07. Kedua, pintu air yang tak mampu menahan debit air. Ketiga, pembangunan bantaran kali yang kurang maksimal.
“Untuk bantaran sebenarnya sudah membantu. Cuma seperti kejadian banjir [Jumat] kemarin, selain dari bantaran, ada yang bocor pintu airnya. Itu dari Kelurahan Cawang, bantarannya belum sampai sana,” kata Ali kepada reporter Tirto.
Hal itu, kata Ali, membuat air masuk dari bagian yang belum dibangun beton bantaran, menjalar melalui saluran drainase menuju wilayah Kelurahan Cililitan, dan meluap ke permukiman warga, khususnya RW 07.
“Harapan saya, pemerintah harus lebih jeli lagi melihat persoalannya,” kata Ali.
Sementara itu, Ketua RT 09/07 Kelurahan Cililitan, Jakarta Timur, Ahmad Baihaqi berharap lebih dari sekedar pembangunan bantaran berkelanjutan.
“Itu [pembangunan bantaran] juga perlu. Tapi percuma kalau [badan kali] Ciliwung tidak dikeruk. Mulai dangkal soalnya,” kata dia ketika dijumpai reporter Tirto di rumahnya, Sabtu (27/4/2019).
Ahmad berharap dua hal tersebut dapat direalisasikan. Sebab, kata Ahmad, terakhir pembangunan bantaran terjadi di era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama atau BTP.
Nirwono Joga sepakat dengan pendapat dua warga RW 07 Kelurahan Cililitan, Jakarta Timur yang sudah bertahun-tahun menjadi korban terdampak banjir. Menurut dia, guna mengantisipasi terjadinya banjir, maka perlu dilakukan penataan bantaran sungai secara menyeluruh.
“Badan kali dikeruk, diperdalam, dan diperlebar agar kapasitas daya tampung sungai meningkat,” kata Nirwono.
Selain itu, kata Nirwono, pada bantaran sungainya dihijaukan dengan tanaman tepian air dan pohon berakar penguat tebing. Hal ini, kata dia, sebagai upaya mencegah terjadinya longsoran akibat kikisan air sungai.
Nirwono menambahkan, jika ke depannya Anies akan melakukan normalisasi ataupun naturalisasi sungai, maka ia mengimbau agar aspek relokasi juga diperhitungkan secara matang.
“Yang pasti pemerintah DKI harus melebarkan badan sungai agar kapasitas air meningkat dan memiliki sempadan sungai yang optimal,” kata Nirwono.
Untuk melaksanan hal itu, kata Nirwono, memang perlu keberanian dan ketegasan Anies untuk merelokasi warga yang tinggal di bantaran sungai. Selain itu, kata dia, perlu juga sosialisasi yang mumpuni kepada masyarakat mengenai risiko tinggal di bantaran kali.
“Keberanian gubernur sangat ditunggu untuk melanjutkan penataan sungai, sehingga warga secara sukarela direlokasi ke tempat terdekat yang aman dari bencana, ke permukiman hunian vertikal yang lebih layak huni dan terpadu,” kata Nirwono.
Solusi Anies Atasi Banjir Jakarta
Selain waduk yang berada di Jawa Barat, Anies mengklaim Pemprov DKI saat ini sedang mendorong pembangunan drainase vertikal di banyak gedung di Jakarta. Drainase vertikal berfungsi sebagai tempat penyerapan untuk air dengan tujuan agar tidak terjadi banjir di ibu kota.
“Gedung lain kami harus siapkan program yang lengkap, insentifnya pajak lagi," kata Anies saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (26/4/2019).
Menurut Anies, drainase vertikal itu juga dibutuhkan untuk menampung air hujan sebagai persiapan saat musim kemarau tiba. Pada akhir Desember 2018, Anies pernah mengatakan rencana pembangunan drainase vertikal telah ia diskusikan bersama Presiden Joko Widodo.
Anies menargetkan ada sekitar 1,8 juta drainase vertikal yang terbangun di ibu kota. Lokasi drainase vertikal itu akan tersebar di kantor-kantor pemerintah pusat, Pemprov DKI, sekolah hingga gedung-gedung lokasi bisnis di Jakarta.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz