tirto.id -
Dirinya pun mengkritisi langkah yang dilakukan oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kota Pontianak yang menitipkan anak penyandang disabilitas di PLAT. Menurutnya, hal tersebut sangat tidak bijaksana.
"Harus dikritisi dari dinas sosial setempat, bisa-bisanya kok anak penyandang disabilitas ditaruh di PLAT. itu sangat tidak bijaksana. Itu kan tempat anak yg berkonflik dengan hukum melakukan tindakan menyimpang dan sebagainya. Itu ibaratnya memasukan seekor ayam ke kandang macam," ujarnya kepada Tirto, Minggu (28/7/2019).
Seharusnya kata dia, Dinsos kota Pontianak menitipkan anak disabilitas itu di rumah aman.
"Umumnya kalau di Jakarta kan ada rumah aman, rumah perlindungan sosial anak. Jadi benar-benar aman," ucapnya.
Sehingga lanjut kak Seto, anak tersebut mendapatkan perlindungan dari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Aman itu tidak ada yg berkonflik dengan hukum, pengawasan sangat ketat, tempat itu benar-benar aman gitu," tuturnya.
"Aman dan melindungi. Anak kan manusia yang bernyawa, tidak bisa dilepas seperti itu," lanjutnya.
PLAT merupakan tempat penampungan sementara untuk anak yang berkonflik dengan hukum (anak sebagai pelaku). Ketentuan UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur bahwa ketika ada sebagai pelaku yang masih berusia anak maka mereka berhak mendapat pembinaan di lembaga yang sarana dan prasarananya disiapkan oleh pemerintah.
Sementara, penempatan anak (pelaku) ABH tentu harus dipisahkan dengan fungsi rumah aman bagi anak korban yang menjalani proses rehabilitasi.
Dalam kasus tewasnya anak penyandang disabilitas merupakan bukti adanya salah fungsi atau doble fungsi PLAT sebagai lembaga pembinaan bagi anak ABH, dan juga difungsikan untuk menampung anak yang membutuhkan rehabilitasi yang seharusnya ditempatkan di rumah aman P2TP2A Kota Pontianak.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari