Menuju konten utama

Aman Abdurahman Tak Hadir, Sidang Pembacaan Tuntutan Ditunda

"Tanggal 18 ya, hari Jumat, acara tuntutan penuntut umum ya. Sidang ditutup," kata hakim Akhmad.

Aman Abdurahman Tak Hadir, Sidang Pembacaan Tuntutan Ditunda
Terdakwa kasus dugaan teror bom Thamrin Aman Abdurrahman alias Oman (tengah) menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (15/2/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Pembacaan tuntutan terdakwa teroris Aman Abdurahman ditunda, Jumat (11/5/2018). Pembacaan tuntutan tidak dihadiri Aman. Pihak jaksa berdalih tidak bisa menghadirkan pemimpin Jamaah Anshar Daulah karena kendala teknis. Pihak pengadilan sebelumnya merencanakan Aman akan mendengarkan pembacaan tuntutan, Jumat sebelum pukul 12.00 WIB.

"Karena kendala teknis kami tidak bisa menghadirkan terdakwa dan kemudian kami belum siap melakukan penuntutan. Mohon waktu untuk bisa ditunda persidangan, Yang Mulia," kata Kepala Tim Jaksa Anita di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (11/5/2018).

Ketua Majelis hakim Akhmad Jaini pun memperingatkan kepada tim penuntut umum untuk menghadirkan Aman. Ia mengingatkan batas waktu penahanan terdakwa yang akan habis. Hakim khawatir waktu libur panjang bisa mengganggu proses persidangan.

"Kendala kita ini liburan itu, penahanan harus diperhatikan juga, penasihat hukum, jadi alasan penuntut umum tidak menghadirkan terdakwa karena ada kendala teknis, bisa dipahami. Apa Selasa atau minggu depan?" kata Akhmad.

"Kami minta tanggal 18 minggu depan, Yang Mulia," jawab Anita.

Hakim pun akhirnya memutuskan sidang ditunda pada Jumat (18/5/2018). "Tanggal 18 ya, hari Jumat, acara tuntutan penuntut umum ya. Sidang ditutup," kata hakim Akhmad.

Aman didakwa dengan pasal berlapis. Ia dinilai ikut merancang dan membantu 5 aksi teror sejak tahun 2009 pada perkara pelatihan terorisme Aceh. Pemimpin Jamaah Ansharut Daulah itu didakwa mengarsiteki Bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun 2016, Bom Thamrin (2016) dan Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017).

Selain itu, Aman dinilai telah mempengaruhi sejumlah orang untuk aksi teror. Aman disebut sudah membawa pandangan tertentu seperti menyatakan sistem demokrasi yang dijalankan Indonesia adalah berhala dan dapat membatalkan keislaman. Ia menyebar pandangan tersebut di beberapa kota, seperti Jakarta, Surabaya, Lamongan, Balikpapan, dan Samarinda. Orang-orang tersebut menjadi pelaku teror yang menarget polisi dan tentara sebagai sasaran serangan.

Aman pun disebut memimpin baiat sejumlah pengikutnya untuk patuh kepada Islamic State (IS/ISIS). Ia menginstruksikan kepada para pengikut untuk ikut berjihad di Suriah. Namun, jika tidak mampu, umat diminta berjihad di wilayah masing-masing.

Aman Abdurahman pernah dipenjara. Ia pernah divonis 7 tahun penjara pada tahun 2005. Ia divonis 7 tahun penjara akibat kepemilikan bahan peledak. Setahun sebelumnya, Aman ditangkap lantaran bom meledak di rumahnya daerah Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Pada tahun 2010, Aman kembali ditangkap pihak kepolisian. Densus 88 menangkapnya dengan tuduhan membiayai pelatihan kelompok teror di Jantho, Aceh Besar, kasus yang menjerat puluhan orang, termasuk Abu Bakar Ba'asyir. Aman pun divonis 9 tahun penjara.

Aman pun hampir bebas. Ia mendapat remisi di hari kemerdekaan 17 Agustus 2017 dan tengah menjalani pembebasan bersyarat. Namun, empat hari sebelum mendapat remisi polisi mengenakan sangkaan baru sebagai otak serangan bom Sarinah, Jakarta, Januari 2016, dan membawanya ke Markas Komando Brimob di Depok, Jawa Barat, sebelum kemudian dikirim ke Nusakambangan.

Baca juga artikel terkait KASUS TERORISME atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri