Menuju konten utama

Alternatif Selain Tol demi Menunjang Bandara Baru Yogyakarta

Proyek bandara baru Yogyakarta jalan terus meski memicu konflik agraria. Pemerintah DIY kini memikirkan infrastruktur penopangnya.

Alternatif Selain Tol demi Menunjang Bandara Baru Yogyakarta
Presiden Joko Widodo saat di tapak protek New Yogyakarta Internasional Airport, Kulon Progo, Yogyakarta, Jumat (27/1). Pembangunan bandara baru ini ditargetkan selesai pada 2019. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/ama/17.

tirto.id - Dengan dalih dapat mengganggu perekonomian warga Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwana X menawarkan alternatif selain tol di Yogyakarta.

Usul Sultan, pemerintah cukup membangun jalan lebar empat jalur untuk memudahkan akses menuju bandara baru di Kulon Progo, salah satu proyek infrastruktur Jokowi seluas 587 hektare senilai Rp9,3 triliun yang memicu konflik agraria, yang bakal beroperasi pada 2019.

Raja Kasultanan Yogyakarta itu juga mewanti-wanti tol Yogyakarta-Solo untuk wilayah Prambanan lebih baik menggunakan jalan baru atau di atas jalan lama, karena kawasan tersebut masih ada batuan candi.

“Kalau di luar DIY silakan, seperti di Bawen sampai Salatiga karena geografisnya jurang,” kata Gubernur DIY pada Juli lalu. (Baca: Sultan Beberkan Alasan Tolak Bangun Tol di Yogyakarta)

Selain itu, usulan Sultan, untuk menghidupkan jalur selatan Jawa cukup mengaktifkan Jalan Jalur Lintas Selatan yang alih fungsi lahannya akan selesai pada 2018. Ia juga menganjurkan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul untuk mengusulkan jalan Piyungan-Wonosari diperlebar menjadi empat jalur.

“Nanti urusan saya untuk bernegosiasi dengan pemerintah pusat,” ujar Sultan.

Sebelumnya, saat berpidato di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM), 16 Mei 2017, Sultan HB X juga telah mengusulkan akses langsung ke bandara bisa dengan jalan nasional atau kereta api, baik yang tersambung dengan rel baru atau lama.

“Juga lewat jalan nasional lama Yogya-Purworejo tetap dipertahankan,” sambung Sultan.

Pernyataan Sultan didukung oleh wakil ketua parlemen daerah Yogyakarta, Arief Noor Hartanto. Ia berkata bahwa jalan tol di Yogya tidak diperlukan. Alasannya, “tidak mengembangkan ekonomi” masyarakat sekitar.

Sementara itu, Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DIY, Anna Rina Herbranti kepada redaksi Tirto akhir Juli lalu menyampaikan, meski ada tiga alternatif moda transportasi menuju bandara, tetapi hingga kini belum ada kajian mengenai manajemen sistem lalu lintas dari atau menuju bandara baru di Kulon Progo. Kajian ini, katanya, baru akan dilakukan pada 2018.

Mengaktifkan Jalan Jalur Lintas Selatan

Jalan Jalur Lintas Selatan mulai dibangun pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Proyek ini menghubungkan Labuan (Banten) hingga Banyuwangi (Jawa Timur) sepanjang lebih dari 1.000 km. Di wilayah Kulon Progo, ia memanfaatkan Jalan Daendes sepanjang 25 kilometer, melintasi Pantai Congot hingga Srandakan, Bantul.

Baca juga: Dua Jalan Daendels yang Membelah Pulau Jawa

Hingga kini jembatan jalur ini, yang menghubungkan Kulon Progo dan Bantul serta jalur dari Pantai Samas ke Gunung Kidul, belum dibangun. Di sisi lain, sebagian jalur ini terpotong oleh lokasi lahan bandara baru Kulon Progo.

Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo berkata, meski sebagian jalur itu terpapras proyek bandara, pengguna jalan hanya perlu memutar ke jalan nasional, dari titik dekat Pantai Congot dan kembali ke jalur lintas selatan di ruas jalan sekitar Pantai Glagah.

Soal ini, Hasto punya solusi praktis: membangun terowongan di bawah runway (landasan bandara) sebagai pengganti jalur yang terpotong tersebut.

“Tapi Angkasa Pura yang akan punya pertimbangan pada aspek keamanan,” ujarnya.

Hasto optimistis pembangunan jalur lingkar selatan akan rampung pada 2019, tepat ketika target New Yogyakarta International Airport beroperasi. Jalur ini akan menghubungkan Kulon Progo dan kawasan selatan Bantul, Gunungkidul, hingga Pacitan (Jawa Timur). Lebar jalan ini pun bisa diperluas hingga 25 meter atau menjadi empat lajur, ujar Hasto.

“Untuk JJLS sekarang sudah proses pembebasan lahan (untuk jalur penyambung Bantul dan Gungkidul), lalu tinggal dibuat badan jalannya dan pembangunan jembatan (penghubung Kulon Progo dan Bantul),” tambah Hasto.

Menurut Hasto, pelebaran jalan menjadi enam lajur pun masih mungkin dilakukan dan bisa selesai 2019. Alasannya, sebagian badan jalan sudah dimiliki negara dan hanya perlu membayar ganti rugi sebagian lahan lain.

“Pengembangan jalan nasional lebih mudah, tinggal melebarkan,” kata Hasto.

Infografik HL Indepth Tol DIY

Jalan Nasional Penghubung Yogya-Magelang

Sementara untuk akses dari Bandara Baru Kulon Progo menuju Borobudur di Magelang, Hasto Wardoyo sepakat dengan keputusan Sultan untuk menolaknya.

Alasan Hasto, keberadaan jalan tol tersebut bisa menghilangkan dampak ekonomi berlipat dari mobilitas orang-orang yang mendarat di Bandara Baru Kulon Progo.

“Kalau orang turun di Bandara Kulon Progo, langsung masuk tol bablas ke Magelang atau Semarang, enggak ada multiplier effects,” ujarnya. “Begitu keluar airport (Bandara Kulon Progo), langsung ke Magelang (kalau ada Tol), seolah-olah tak makan siang di Kulon Progo.”

Padahal, ia melanjutkan, masa depan DIY adalah kawasan dengan andalan utama industri jasa. Keberadaan tol sebagai penghubung bandara dan kawasan di sekitarnya bisa menempatkan DIY sekadar kota transit.

“Wilayah DIY itu sempit, tidak seluas Jawa Tengah atau Jawa Barat. Harapannya, orang melintas di kawasan DIY (setelah turun di bandara) lalu sambil belanja, menginap, berwisata, berobat, menjalankan studi dan lainnya,” kata Hasto.

Menurutnya, alasan utama Sultan menolak tol Yogyakarta-Cilacap—yang akan melintasi wilayah Kulon Progo dan Sleman—demi “mencegah orang hanya lewat saja di DIY.”

Menambah Jalur Kereta Api

Hasto mengusulkan, modal paling utama penghubung bandara baru adalah kereta api. Kini sudah ada jalur dobel yang melintas di wilayah Kulon Progo. Menurut Hasto, itu hanya perlu menambah 4 kilometer dari Stasiun Kedundang ke arah bandara.

“Kalau kereta, frekuensi perjalanan bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Stasiun-stasiun kecil di barat Kulon Progo maupun dari arah Yogyakarta juga sudah ada. Meski tak ada tol, tetap bisa optimalkan yang ada,” kata Hasto.

Anna Rina Herbranti dari Dinas Perhubungan DIY juga berfokus mengarahkan akses bandara baru dengan basis utama transportasi publik seperti kereta api, “Sisanya nanti lewat jalur darat.”

Terkait jalur kereta, rencananya akan dibangun rel baru dari Stasiun Kedundang di Temon, Kulon Progo, menuju lokasi bandara. Mei lalu, tim surveyor PT Kereta Api Indonesia telah memilih lokasi jalur rel sepanjang kira-kira 4 kilometer itu. Jalur rel ini nyaris semuanya melintasi kawasan persawahan. PT KAI menargetkan pembangunan jalur rel ini tuntas pada 2019.

Baca juga artikel terkait TOL YOGYAKARTA atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Addi M Idhom & Agung DH
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Fahri Salam