Menuju konten utama

Alasan Sofyan Basir Tak Penuhi Panggilan KPK Hari Ini

"Saksi Sofyan Basir tidak datang dalam rencana pemeriksaan hari ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Alasan Sofyan Basir Tak Penuhi Panggilan KPK Hari Ini
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir bergegas meninggalkan ruangan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/7/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto.

tirto.id - Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir tidak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi oleh penyidik KPK dalam penyidikan kasus korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

"Saksi Sofyan Basir tidak datang dalam rencana pemeriksaan hari ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (31/7/2018).

KPK sedianya memanggil Sofyan pada Selasa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

"Tadi staf yang bersangkutan menyerahkan surat ke KPK, tidak bisa datang memenuhi panggilan penyidik karena hari ini menjalankan tugas lain," ungkap Febri.

Selain Johannes, KPK juga telah menetapkan satu tersangka lainnya dalam kasus itu, yakni Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih.

Sebelumnya, KPK pada Jumat (20/7/2018) telah memeriksa Sofyan juga sebagai saksi untuk tersangka Johannes.

Saat itu, KPK mendalami pertemuan-pertemuan yang diduga dilakukan oleh saksi dengan tersangka.

"Selain itu, dalam kapasitas saksi sebagai Dirut PLN, penyidik juga mendalami peran dan arahan saksi dalam hal penunjukan Blackgold," kata Febri.

Sebelumnya, KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut. Diduga penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait dengan kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan penandatanganan kerja sama terkait dengan pembangunan PLTU Riau-1.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri