Menuju konten utama

Alasan Pertamina Cuma Pegang 10 Persen Saham Kilang Bontang

Pertamina beralasan hanya memegang 10 persen saham Kilang Bontang, di awal proses penggarapan proyek ini, untuk mengurangi risiko bisnis.

Alasan Pertamina Cuma Pegang 10 Persen Saham Kilang Bontang
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia PT Pertamina (Persero) Ardhy N. Mokobombang bersama Sekretaris Perusahaan Pertamina Syahrial Mukhtar dan Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Gigih Prakoso memberikan keterangan pers, di Kantor Pertamina, Jakarta, pada Selasa (30/1/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Pertamina telah memilih mitra bisnis untuk pengerjaan proyek kilang baru (Grass Root Refinery/GRR) di Bontang, Kalimantan Timur. Setelah melalui proses seleksi, yang diikuti 100 perusahaan, Pertamina memilih konsorsium yang dipimpin perusahaan minyak asal Oman, yakni Overseas Oil and Gas LLC (OOG).

OOG akan menggarap proyek itu bersama dengan satu anggota konsorsium lainnya, yakni Cosmo Oil International Pte Ltd (COI), yang merupakan trading arm Cosmo Energy Group, salah satu perusahaan pengolahan minyak Jepang.

Di proyek ini, Pertamina tidak akan mengeluarkan biaya sepeser pun. Pertamina juga meminta jatah saham sekitar 10 persen di proyek senilai 10 miliar dolar atau sekitar Rp130 triliun tersebut.

Pihak Pertamina mengakui 10 persen saham tersebut memang kecil. Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Gigih Prakoso menjelaskan, dengan kepemilikan saham 10 persen, perusahaannya memiliki tidak memiliki hak suara dalam voting pemegang saham.

Namun, menurut dia, Pertamina masih bisa memastikan adanya komitmen hasil produksi pengolahan minyak mentah Kilang Bontang diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri.

"Kami bisa desain di awal bahwa kami punya komitmen juga untuk ambil produk. Apabila untuk ketahanan nasional, tentunya kami perlu buat komitmen dengan pihak partner. Apabila dalam negeri membutuhkan, tentunya harus diprioritaskan," kata Gigih di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, pada Selasa (30/1/2018).

Selain itu, menurut Gigih, kepemilikan saham 10 persen untuk Pertamina itu juga belum final. Hal ini karena kepastian soal jatah saham itu hanya untuk periode awal persiapan proyek. Setelah melewati tahap kajian persiapan proyek dan masuk fase final investment decision (FID), Pertamina akan mengkaji lagi kepemilikan saham itu.

"Kalau memang posisi Pertamina sangat strategis dan kami harus masuk lebih dari 10 persen (saham), kami akan tentukan (tambahannya)," ujar Gigih.

Dia menjelaskan kepemilikan saham 10 persen di awal persiapan proyek Kilang Bontang itu untuk mengurangi resiko usaha. Gigih mengklaim keputusan Pertamina itu bukan karena BUMN ini sama sekali tidak memiliki dana untuk proyek itu. "Kami punya (dana). Tapi, untuk mengurangi risiko terhadap penyiapan proyek dan sebagainya," ujarnya.

Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Ardhy Mokobombang menambahkan kontrak kemitraan joint venture atau perusahaan patungan antara Pertamina dengan konsorsium OOG-COI ini tidak ada batas tenggat.

"Karena nanti akan menggunakan lahan yang ada di Bontang, yang adalah milik negara. Kalau nanti sistemnya sewa, itu biasanya 30 tahun plus 20 tahun. Tapi, kerja sama kita dengan mereka itu tidak ada limitnya," kata Ardhy.

Pertamina menargetkan kilang Bontang bisa memberikan kontribusi berupa penambahan kapasitas pengolahan minyak sebesar 300 ribu barel per hari dengan produk utama gasoline. "Gasoline lebih banyak karena memang kalau kami lihat dari volume, itu (kebutuhan) gasoline jauh lebih besar nanti dibandingkan kebutuhan avtur," kata Ardhy.

Dia mengklaim proyek ini akan menyerap 20 ribu pekerja saat proses pembangunan dan 1.600 tenaga kerja ketika kilang sudah beroperasi. Kilang Bontang ditargetkan beroperasi pada 2025.

Dalam waktu dekat, Pertamina dan konsorsium OOG-COI akan meneken Frame Work Agreement dan dilanjutkan dengan pelaksanaan studi kelayakan proyek yang ditargetkan tuntas di pertengahan 2019. Setelah itu, proses persiapan proyek ini akan dilanjutkan dengan penyusunan engineering package (FEED) hingga akhir 2020.

Baca juga artikel terkait PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom