Menuju konten utama
Sidang Korupsi E-KTP

Alasan Majelis Hakim Tolak Eksepsi Setya Novanto

"Menyatakan keberatan eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Setya Novanto tidak dapat diterima.”

Alasan Majelis Hakim Tolak Eksepsi Setya Novanto
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang dengan agenda tanggapan jaksa terhadap eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (28/12/2017). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

tirto.id - Majelis hakim menolak permohonan eksepsi dari tim kuasa hukum Setya Novanto, Kamis (4/1/2018). Surat dakwaan KPK bernomor dak-88/24/12/2017 tanggal 6 Desember 2017 dianggap telah memenuhi ketentuan pembuatan surat dakwaan.

"Menyatakan keberatan eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Setya Novanto tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Yanto di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam pertimbangan, hakim menilai ada sejumlah faktor. Pertama, hakim tidak sepakat bahwa perkara Novanto berdasarkan berkas splitsing yang tempus delicti dan locus delicti berbeda. Hakim beralasan, dakwaan berfokus pada Setya Novanto, bukan Irman dan Sugiharto, Andi Agustinus maupun Anang Sugiana Sudiharjo.

Hakim juga menilai bahwa keberatan Novanto tentang hilangnya sejumlah nama seperti Melchias Mekeng, Ganjar Pranowo, dan nama-nama lain adalah kewenangan jaksa. Oleh sebab itu, dakwaan untuk perkara Novanto tidak akan menjadi kabur.

Selain itu, hakim menilai dakwaan Setya Novanto telah memenuhi unsur pembentukan surat dakwaan. Menurut majelis hakim, dakwaan sudah memenuhi Pasal 143 ayat 2 KUHAP bahwa surat dakwaan harus diberi tanggal dan ditandatangani penuntut.

Selain itu, sebagaimana pembuatan surat dakwaan harus sesuai buku dua administrasi hukum Mahkamah Agung dan surat edaran jaksa agung tentang pembuatan surat dakwaan, surat dakwaan harus memuat identitas terdakwa.

Dalam surat dakwaan pun harus memuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis dan kebangsaan, agama, dan pekerjaan tersangka.

Kemudian, dakwaan harus memuat secara cermat isi tindak pidana secara lengkap dan jelas terkait tindak pidana, siapa yang melakukan tindak pidana, di mana aksi tindak pidana, bagaimana tindak pidana dilakukan, lalu apa akibat yang terjadi (delik materil) serta apa yang mendorong seseorang melakukan tindak pidana.

Berkaca dari ketiga aturan tersebut, hakim berpandangan surat dakwaan Novanto telah memenuhi ketentuan pembuatan surat dakwaan.

Majelis hakim juga berpandangan hasil perkara praperadilan Novanto tidak bisa menjadi dalil untuk menghentikan perkara. Hakim berpandangan keberatan penasihat hukum bukan materi eksepsi, tetapi materi praperadilan. Dengan demikian, Novanto bisa ditetapkan sebagai tersangka dan diproses oleh KPK untuk kedua kalinya.

Tak hanya itu, menurut hakim, permasalahan kerugian negara yang berbeda haruslah diselesaikan dalam pokok perkara. Nantinya permasalahan kerugian negara harus dibuktikan dalam pemeriksaan pokok perkara.

Hakim juga berpandangan penasihat hukum Novanto tidak mengutip secara utuh tentang definisi penghitung instansi penghitungan negara bisa dilakukan BPKP atau inspektorat tetap bisa melakukan audit. Hakim pun berpandangan kerugian negara bisa ditaksir hakim.

Berkaca dari pertimbangan, keputusan menyatakan dakwaan penuntut umum telah memenuhi unsur materil dan formil sesuai Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP serta alasan diterima hakim, majelis hakim memerintahkan pemeriksaan terdakwa Setya Novanto.

"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Setya Novanto, menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir," tutup Yanto.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari