Menuju konten utama

Alasan Jokowi Diminta Cabut Bintang Tanda Jasa ke Eurico Guterres

Sejumlah organisasi masyarakat sipil menuntut Jokowi mencabut bintang tanda jasa kepada eks pimpinan milis Timor Timur, Eurico Guterres.

Alasan Jokowi Diminta Cabut Bintang Tanda Jasa ke Eurico Guterres
Presiden Joko Widodo (kanan) memberikan ucapan selamat kepada perwakilan penerima Tanda Kehormatan Republik Indonesia usai upacara penganugerahan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (12/8/2021). ANTARA FOTO/Biro Pers Media Setpres/Muchlis Jr/Handout.

tirto.id - Presiden Joko Widodo menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Jasa Utama kepada mantan pimpinan milisi Timor Timur propemerintah Indonesia, Eurico Guterres. Sejumlah organisasi masyarakat sipil menuntut Jokowi mencabut bintang jasa tersebut.

Desakan itu salah satunya muncul dari aliansi organisasi masyarakat sipil Timor Leste yang terdiri atas AJAR, FOKUPERS, ACBIT, Asosiasi Korban 74-99, JSMP, Lao Hamutuk, Centro Nacional CHEGA.

“Kami menghormati hak prerogratif Presiden Indonesia untuk memberikan penghargaan kepada siapa pun. Namun, pemberian penghargaan itu seharusnya bagi orang yang berbuat sesuatu yang baik bagi negara-bangsa Indonesia, bukan kepada orang yang berprestasi dalam kejahatan," kata Direktur AJAR Timor-Leste Jose Luis de Oliveira dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/8/2021).

Oliveira mengatakan, penganugerahan bintang jasa utama terhadap Eurico Guterres menurunkan wibawa penghargaan itu. Jokowi dianggap menyamakan kedudukan Guterres dengan sosok seperti Presiden Ketiga RI B.J Habibie dan Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid yang mendapatkan penghargaan yang sama.

Desakan yang sama juga muncul dari aliansi masyarakat sipil Indonesia, ELSAM, AJAR, IMPARSIAL, IKOHI, KontraS, Sekber ‘65, SKP-HAM, SPKP HAM Aceh, Pamflet Generasi, Acbit, HAK, JSMP, Fokupers, NVA. Mereka menganggap, keputusan Presiden Jokowi itu adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan dan moralitas, serta mengesampingkan keadilan bagi para korban.

Keputusan Jokowi itu juga lagi-lagi menjadi preseden buruk demokratisasi di Indonesia pasca lepas dari belenggu otoritarianisme Orde Baru. Keputusan itu dianggap membuktikan mengakarnya impunitas di Indonesia bahkan setelah 20 tahun reformasi.

Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena juga mengecam penghargaan Jokowi bagi Guterres. Ia meragukan komitmen Jokowi dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu secara bijak dan bermartabat yang disuarakan Jokowi pada pidato Hari HAM Sedunia pada 10 Desember 2020 lalu.

"Bagaimana mungkin itu bisa dilakukan jika terduga pelaku pelanggaran HAM malah diberikan tanda jasa oleh Presiden?” kata Wirya.

Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Guterres pada 27 November 2002. Ia dinilai bersalah atas kasus pelanggaran HAM. Namun, dalam putusan Peninjauan Kembali pada tahun 2008, Mahkamah Agung membebaskan Eurico dengan pertimbangan yang dinilai dipaksakan.

Sebelumnya, Presiden Jokowi memberikan sekitar 335 penerima tanda jasa, Kamis (12/8/2021) lalu. Salah satunya, mantan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung sekaligus mantan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) almarhum Artidjo Alkostar menerima tanda jasa dari Jokowi. Nama-nama lainnya yakni mantan Menbudpar I Gede Ardika dan beberapa tokoh lain, serta 325 nakes yang meninggal saat pandemi COVID-19.

Baca juga artikel terkait BINTANG TANDA JASA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Politik
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri