Menuju konten utama

Alasan IMF Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI jadi 3,2 Persen

IMF memangkas angka proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 dari3,9 persen pada Juli menjadi 3,2 persen yoy.

Alasan IMF Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI jadi 3,2 Persen
Kendaraan melaju di antara gedung bertingkat di kawasan Pancoran, Jakarta, Sabtu (20/3/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat.

tirto.id - Internasional Monetary Fund (IMF) memangkas angka proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 dari 3,9 persen pada Juli menjadi 3,2 persen year on year (yoy), atau turun 0,7 persen poin. Sebenarnya, tak hanya Indonesia, IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan global, dari yang sebelumnya 6,0 persen yoy menjadi 5,9 persen yoy.

Alasan di balik pemangkasan proyeksi tersebut adalah aktivitas ekonomi RI yang saat ini masih terhambat imbas varian Delta. Kondisi ini juga berlaku untuk pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi secara global. Dalam laporan terbarunya Oktober 2021, mutasi virus COVID-19 membuat Indonesia beberapa kali harus menarik rem darurat.

Adapun imbas dari tersebarnya varian Delta di dalam negeri membuat rantai pasok dan produksi di sektor pangan terganggu. Hal ini memicu kenaikan harga berbagai komoditas, terutama pangan. Dengan adanya peningkatan harga ini, tentu akan mengancam daya beli masyarakat, terutama di negara-negara miskin dan berkembang.

Menanggapi adanya pemangkasan pertumbuhan ekonomi dari IMF. Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah akan memastikan kebijakan ekonomi dan fiskal akan terus diarahkan untuk mendukung upaya pengendalian pandemi, menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi, serta akselerasi reformasi struktural.

Hal ini tercermin dalam kebijakan APBN 2022 yang telah disepakati oleh Pemerintah dan DPR RI. Kebijakan APBN 2022 menunjukkan adanya sikap kewaspadaan dan antisipatif terhadap peningkatan risiko global yang telah terjadi.

“Pemerintah berupaya untuk menciptakan pertumbuhan dan pembangunan Indonesia yang berkesinambungan dan inklusif di tengah lingkungan global yang menantang,” jelas dia, Rabu (13/10/2021).

Ia menjelaskan, defisit fiskal di tahun 2022 disepakati pada tingkat 4,85 persen dari PDB, yang akan terus mendukung pemulihan di tengah upaya konsolidasi secara bertahap.

Di sisi reformasi struktural, Pemerintah dan DPR juga telah menyetujui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang merupakan salah satu tonggak reformasi perpajakan demi keberlanjutan fiskal di jangka menengah, penguatan basis pajak, serta APBN yang sehat untuk kesejahteraan masyarakat.

Konsekuensinya, konsumsi mengalami perlambatan di triwulan ke-3 yang turut dipengaruhi oleh kenaikan kasus Covid-19. Di sisi lain, penurunan proyeksi pertumbuhan Tiongkok disebabkan pengurangan investasi publik dan pengetatan regulasi di sektor properti.

Secara detail, proyeksi pertumbuhan Indonesia oleh IMF berada di tingkat 3,2 persen atau turun 0,7 persen dari proyeksi Juli. Penurunan proyeksi Indonesia tidak sedalam koreksi pada negara ASEAN lain yakni Thailand 1,0 persen atau turun 1,1 persen, Malaysia 3,5 persen atau turun 1,2 persen, Filipina 3,2 persen turun 2,2 persen dan Vietnam 3,8 persen atau turun 2,7 persen.

Risiko lain yang perlu dicermati adalah terjadinya global supply disruption yang berpotensi mendorong terjadinya stagflasi global, kondisi di mana terjadi tekanan inflasi tinggi. Namun, dibarengi dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi.

Untuk mengatasi permasalahan struktural dunia ke depan, IMF memberikan rekomendasi penguatan kebijakan untuk kerja sama multilateral dalam upaya akselerasi dan pemerataan vaksinasi serta mitigasi terhadap perubahan iklim.

"Pemerintah Indonesia juga terus mewaspadai berbagai risiko global yang terjadi. Pandemi Covid-19 hingga saat ini masih terus menjadi fokus perhatian Pemerintah. Meski Indonesia telah melewati puncak gelombang COVID-19 akibat Delta Varian, Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kapabilitas dalam penanganan pandemi," terang dia.

Efektivitas berbagai kebijakan seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), peningkatan 3T (testing, tracing, treatment), akselerasi vaksinasi, serta peran serta masyarakat menjaga disiplin 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas) telah menjadi faktor yang membuat situasi pandemi di dalam negeri sudah jauh lebih terkendali.

Meskipun demikian, Pemerintah mengajak seluruh masyarakat untuk terus menjaga kewaspadaan dengan tetap disiplin pada protokol kesehatan serta terus menyukseskan program vaksinasi yang diharapkan dapat menjangkau 208 juta penduduk untuk mencapai kekebalan komunal di akhir tahun 2021.

Saat ini, per 12 Oktober 2021, total vaksinasi Indonesia mencapai 157,93 juta dosis 28,87 persen terhadap populasi, di mana dosis pertama mencapai 100,32 juta dosis atau 36,68 persen dan dosis kedua 57,61 juta dosis atau 21,06 persen.

Seiring dengan membaiknya situasi pandemi COVID-19 di dalam negeri, momentum pemulihan ekonomi telah menguat khususnya sejak September 2021. Hal ini tercermin dari berbagai indikator ekonomi, seperti mobilitas penduduk yang sudah kembali ke zona pertumbuhan positif dan PMI Manufaktur yang sudah kembali ke level ekspansif setelah terkontraksi di Juli dan Agustus.

Pemerintah meyakini momentum pemulihan ekonomi akan terus berlanjut seiring perbaikan kondisi pandemi, akselerasi vaksinasi yang akan terus didorong, serta dukungan berbagai kebijakan yang suportif dan terukur. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut termasuk perkembangan indikator ekonomi terkini, Pemerintah melihat outlook pertumbuhan Indonesia di 2021 di kisaran 3,7 – 4,5 persen.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri