tirto.id - Aktivitas publik di DKI Jakarta tampaknya semakin tinggi selama masa penerapan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) II yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sebab masih banyaknya warga yang beraktivitas di luar meski pemerintah sudah mengimbau agar berkegiatan di rumah.
PSBB tahap II telah berjalan kurang lebih 22 hari, mulai dari 24 April hingga 22 Mei 2020. DKI Jakarta juga sebelumnya telah menerapkan kebijakan PSBB tahap pertama pada tanggal 10 sampai 24 April 2020.
Tingginya aktivitas publik terbukti dari hasil pemantauan sebuah start up asal Indonesia bernama Nodeflux. Lembaga tersebut menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) untuk memantau mobilitas publik, baik yang berjalan kaki, maupun naik kendaraan selama penerapan kebijakan PSBB di DKI Jakarta.
Selama melakukan pemantauan, Nodeflux menggunakan 1.500 stream CCTV publik yang telah memperoleh kriteria dari total 2.672 kamera pemantau publik yang ada di Jakarta. CCTV itu tersebar di 44 kecamatan di DKI Jakarta mulai pukul 06.00 sampai 22.00 WIB. Data diperbarui setiap satu jam sekali.
Teknologi AI yang digunakan oleh Nodeflux akan mendeteksi setiap objek orang dan kendaraan yang tertangkap CCTV. Data hasil deteksi diperoleh secara sampel dari frame CCTV dalam kurun waktu tertentu, kemudian dihitung jumlah rata-rata yang diambil oleh AI.
"Dari data tersebut dapat memberikan gambaran tentang aktivitas publik dalam setiap waktu dan pada area tertentu," kata Chief Commercial Officer Nodeflux Ivan Tigana kepada Tirto, Jumat (15/5/2020).
Aktivitas Publik di DKI Meningkat di Beberapa Tempat
Berdasarkan hasil pemantauan Nodeflux dalam tiga hari terakhir pada rentang waktu 13-15 Mei 2020, rata-rata 700-800 orang beraktivitas di ruang publik.
Pada Rabu, 13 Mei, rata-rata 852 orang. Esok harinya, ada 768 orang, kemudian meningkat pada Jumat, yaitu 782 orang.
Ivan dari Nodeflux menjelaskan mobilitas publik paling tinggi terjadi di Kecamatan Pasar Minggu. Terlihat pada Jumat (15/5/2020) pukul 08.00 WIB, sebanyak 19 orang melintasi kawasan tersebut, lalu pukul 16.00 WIB meningkat empat kali lipat menjadi 73 orang. Sementara Kecamatan paling landai yaitu di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Biasanya, kata dia, mobilitas publik mulai terjadi kepadatan pada pukul 06.00 sampai 08.00 WIB. Kemudian menurun pada pukul 08.00 WIB hingga siang hari. Lalu aktivitas warga kembali meningkat pada pukul 14.00 sampai 16.00 WIB.
"Mobilitas publik paling tinggi biasanya terjadi pukul 4 sore. Setelah itu pada waktu magrib dan malam hari mulai berkurang," ucapnya.
Nodeflux menjelaskan jika 1500 CCTV dengan teknologi AI itu juga dapat memantau aktivitas warga yang menerapkan PSBB: Menggunakan masker ketika beraktivitas, menjaga jarak atau physical distancing, social distancing, dan lainnya.
Selain orang, Nodeflux juga memantau aktivitas kendaraan yang berlalu lalang di ibu kota pada satu minggu terakhir, dari 8 sampai 15 Mei 2020.
Pada tanggal 8 Maret, jumlah rata-rata kendaraan yang melintas sebanyak 296.995, kemudian 9 Mei mengalami penurunan menjadi 269.883, lalu 10 Mei juga menurun di angka 205.397.
Keesokan harinya pertumbuhan kurva melandai, pada 11 Mei jumlah kendaraan yang melintas sebanyak 194.028, dan 12 Mei naik perlahan pada angka 212.855.
Selanjutnya pada 13 Mei, jumlah mobilitas kendaraan naik begitu signifikan menjadi 353.422, lalu tanggal 14 turun perlahan menjadi 337.212, dan 15 Mei kembali naik pada angka 365.177.
Dirinya menjelaskan mobilitas kendaraan paling tinggi terjadi di Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Terlihat pada Jumat (15/5/2020) pukul 07.00 WIB, sebanyak tercatat 401 kendaraan melintasi kawasan tersebut, lalu pukul pukul 15.00 WIB meningkat menjadi 423 kendaraan. Sementara Kecamatan paling landai mobilitas kendaraan berada di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Biasanya kata dia, mobilitas publik mulai terjadi kepadatan mulai pukul 07.00 sampai 08.00 WIB. Kemudian menurun pada pukul 08.00 WIB hingga siang hari. Lalu aktivitas warga kembali meningkat pada pukul 14.00 sampai 16.00 WIB.
"Volume kendaraan meningkat tinggi pada pukul 4 sampai 5 sore mencapai 400 kendaraan. Kemudian pada malam hari mulai berkurang," jelas dia.
Dalam pemantauannya itu, Nodeflux membagi ke dalam empat jenis kendaraan yang meramaikan lalu lintas di jalan raya: Bus, mobil, motor, dan truk.
Pada Rabu 13 Mei 2020, terpantau sebanyak 24.049 bus, 273.977 mobil, 45.802, dan 33.065 truk yang melintasi ibu kota.
Kemudian Kamis 14 Mei 2020, sebanyak 33.052 bus, 298.104 mobil, 44.060 motor, dan 44.640 truk. Selanjutnya pada Jum'at 15 Mei 2020, jumlah bus yang melintasi ibu kota sebanyak 29.193, 280,467 mobil, 39.127 motor, dan 38.796 truk.
Selanjutnya Nodeflux juga memantau intensitas keempat jenis kendaraan itu selama dua minggu, dalam rentang waktu 27 April hingga 10 Mei. Nodeflux memantau mobil memiliki intensitas aktivitas yang tertinggi sebesar 69,6 persen, truk 11,1 persen, Motor 10,7 persen, dan bus 8,6 persen.
Ivan menuturkan, meski pihaknya telah memantau mobilitas publik dari 1.500 CCTV, tidak semua area tercover dalam pemantau kamera tersebut.
"Sehingga sangat mungkin terjadi perbedaan keadaan dan penghitungan," jelas dia.
Kemudian dia menerangkan jika CCTV yang digunakan adalah IP CCTV dengan domain publik sehingga jaringan bandwith sangat berpengaruh pada pengiriman stream gambar.
Stream CCTV yang mati atau kualitas gambar yang pecah akan membuat objek sulit dikenali oleh AI , sehingga kualitas gambar yang dikirim dapat memengaruhi hasil penghitungan.
"Pada pemrosesan gambar, sangat mungkin diperoleh gambar yang tertutupi dengan objek lain. Hal tersebut dapat memengaruhi hasil deteksi oleh AI," jelas dia.
Bukti Kebijakan PSBB Semakin Kendur
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai terus meningkat nya aktivitas warga saat COVID-19 membuktikan jika kebijakan penerapan PSBB ala Gubernur DKI Jakarta Anies semakin kendur.
Salah satunya dengan kebijakan pemerintah yang memperbolehkan warga yang berusia di bawah 45 tahun beraktivitas di luar rumah dengan tetap menerapkan PSBB.
"Kalau seperti itu kan terlihat sekali semakin mengendur. Meski daya tahan tubuh usia 45 tahun ke bawah cukup kuat, bisa saja mereka sebagai Orang Tanpa Gejala [OTG]," kata dia kepada Tirto, Jumat (15/5/2020).
Menurutnya, kebijakan yang tidak konsisten dan berubah-ubah antara pemerintah pusat dan daerah juga membuat publik menjadi bingung. Sehingga tidak terlalu menerapkan kebijakan PSBB tahap II meski telah dikenakan sanksi.
"Publik tidak mengikuti kebijakan tersebut karena sekarang tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah semakin rendah," ucapnya.
Selain itu, kondisi perekonomian warga yang semakin terpuruk membuat mereka terpaksa tetap beraktivitas di luar rumah untuk bekerja. Sebab pemberian bantuan sosial (bansos) dari pemerintah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
"Tidak terpenuhinya kepastian hidup mereka, jadi meski mereka dapat bantuan, tidak mencukupi," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri