Menuju konten utama

Aktivis Kritik Polisi Kerap Tidak Lindungi Korban Kekerasan Seksual

Kepolisian dinilai masih belum mengedepankan perspektif melindungi korban saat mengusut kasus-kasus kekerasan seksual.

Aktivis Kritik Polisi Kerap Tidak Lindungi Korban Kekerasan Seksual
Seorang petugas memberikan himbauan tertulis kepada para pengguna KRL di Stasiun Juanda agar ikut serta mencegah pelecehan seksual di KRL, Jakarta , Jumat (20/4/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH Jakarta) Citra Referandum mengkritik kinerja polisi dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Dia menilai polisi masih kerap tak melindungi korban dan seringkali justru berpihak kepada pelaku

Citra mencatat, di banyak kasus kekerasan seksual, proses hukum di kepolisian masih belum didasari perspektif melindungi korban. Akibatnya, pelaku sering mudah bebas, sedangkan korban menderita secara fisik dan mental.

“Polisi justru ikut melakukan reviktimisasi pada korban,” kata Citra dalam acara Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (25/11/2018).

Berdasar sejumlah laporan, Citra mengaku masih menemukan pengakuan korban kekerasan seksual yang diminta oleh polisi untuk mencari alat bukti. Padahal, hal itu tugas kepolisian. Di sebagian kasus lainnya, kata Citra, polisi bahkan meminta korban melakukan reka ulang kejadian pelecehan seksual saat proses penyelidikan.

“Perlu kita pertanyakan, ini polisi berpihak pada siapa?” Kata dia.

Proses hukum yang belum berjalan dengan perspektif melindungi korban, menurut Citra, membuat banyak kasus kekerasan seksual menguap. Sebabnya beragam, mulai dari kurang bukti sampai korban kekerasan seksual yang justru disalahkan.

Kondisi ini, kata Citra, juga membuat banyak kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan sering terpendam.

Koordinator Perubahan Hukum LBH Apik Jakarta Venny Siregar menambahkan banyaknya kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan, yang tidak tertangani secara serius, mengkhawatirkan.

“Masyarakat ke kampus ingin punya masa depan baik, tapi kalau begini, masa depannya bisa terenggut,” kata Venny.

Pernyataannya merujuk pada 2 kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan yang menyita perhatian publik karena sempat terabaikan oleh institusi pendidikan dan penegak hukum.

Kasus pertama ialah pemerkosaan terhadap mahasiswi UGM berinisial Agni yang baru mendapat perhatian kampus setelah menjadi sorotan publik. Kasus ini sekarang sedang ditangani kepolisian.

Yang kedua ialah kasus Baiq Nuril Maqnun yang justru dipidana atas pelanggaran pasal 27 ayat 1 UU ITE setelah dilaporkan atasannya. Ironisnya, pelapor ialah pelaku pelecehan seksual secara verbal terhadap warga NTB tersebut.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom