tirto.id - Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkap beberapa akar masalah yang membuat harga minyak goreng saat ini masih mahal dan langka di pasaran.
Kementerian Perdagangan mengklaim sudah menggelontorkan 415.787 ton minyak goreng dalam sebulan terakhir dari hasil Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Menurut Yeka permasalahan kelangkaan minyak goreng ada pada perbedaan data di lapangan dan di atas kertas.
“Mengapa kami menganalisa dan mengidentifikasi terhadap dugaan penyebab masih langka minyak goreng yaitu terjadi perbedaan data yang dilaporkan dan tercatat tetapi dalam realisasinya berbeda realisasi,” jelas Yeka dalam konferensi pers, Selasa (15/3/2022).
Menurut Yeka ada pula indikasi lain yaitu pelaksanaan DMO 30 persen untuk eksportir sawit tanpa diikuti koordinasi berupa memasangkan antara perantara distribusi dan produsen minyak goreng.
Yeka menjelaskan, ada celah yang membuat Kementerian Perdagangan melepaskan untuk masing-masing produsen CPO untuk mencari distributornya masing-masing.
“Mestinya ini dipasangkan oleh pemerintah. Kalau tidak dipasangkan [jaringan distribusi] mendapatkan harga yang mahal sesuai dengan harga pasar,” katanya.
Yeka juga menduga rumah tangga maupun pelaku usaha UMKM saat ini memilih meningkatkan stok minyak goreng. Kondisi yang terjadi pada masyarakat saat ini merupakan respon terhadap belum adanya jaminan ketersediaan minyak goreng.
“Terlebih lagi menghadapi puasa. Oleh karena itu masyarakat merespon seperti itu,” jelasnya.
Ombudsman menjelaskan adanya celah antara produsen sampai ke konsumen perlu diawasi secara serius. Pasalnya kondisi ini bsia terjadi karena disparitas harga minyak goreng di pasar dan HET mencapai Rp8.000 -Rp9.000/liter.
“Upaya mengatasi kelangkaan tersebut pada prinsipnya dapat dilakukan dalam beberapa hal yang pertama yang jelas menghilangkan akar permasalahannya yaitu disparitas harga,” jelasnya.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Bayu Septianto