Menuju konten utama

Akademisi Sebut Lumrah Capres Didukung Kelompok Kontroversial

Dukungan dari manapun diperlukan capres 2019 untuk menaikkan elektabilitas tanpa perlu menyoal latar belakang kelompok pendukung. 

Akademisi Sebut Lumrah Capres Didukung Kelompok Kontroversial
Petugas dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperlihatkan surat suara Pilpres yang rusak ketika menyortir dan melipat surat suara di gudang penyimpanan logistik KPU Kota Bandar Lampung, Lampung, Jumat (8/3/2019). ANTARA FOTO/Ardiansyah/foc.

tirto.id - Dosen politik dan pemerintahan UGM, Arya Budi, menilai lumrah dan wajar dalam politik praktis ada dukungan yang diberikan oleh Chep Hernawan dan Gerakan Reformasi Islam (GARIS) di Cianjur kepada Prabowo-Sandiaga.

Dukungan dari manapun, kata dia, diterima paslon asal menguntungkan untuk elektabilitas Pilpres 2019.

"Dalam konteks elektoral, tentu para kubu capres ingin mendapat suara sebanyak-banyaknya dari kubu dan kelompok manapun. Mereka akan menerima dari manapun, termasuk dari kelompok kontroversial," kata Arya saat dihubungi wartawan Tirto, Kamis (14/3/2019) sore.

Arya mencontohkan, organisasi masyarakat seperti Forum Betawi Rempug (FBR) dan Pemuda Pancasila (PP) juga mendukung Jokowi-Maruf. Padahal, kata dia, FBR dan PP juga merupakan kelompok kontroversial, karena kerap bermasalah.

Namun, menurut Arya, konteks keterlibatan kelompok itu harus diperjelas. Mereka diajak oleh kandidat capres dan diminta dukungan suara, atau memang hanya basis kelompok kontroversial tersebut yang mendeklarasikan dukungan.

"Tentu jika Jokowi atau Prabowo mendapat dukungan dari basis pemilih yang kontroversial, mereka enggak bisa menolak. Paling statemen tidak sepakat dengan cara pandang dan tindakan mereka terhadap kelompok tersebut," kata Arya.

Menurut Arya, perlu pengawasan terkait kelompok saat calon yang didukung terpilih dalam Pilpres 2019. Program dari kelompok ini tak perlu diakomodir dalam program kerja.

"Bahaya itu. Semisal mendapat dukungan kelompok yang terindikasi berhubungan dengan terorisme, khilafan, atau komunisme, ya jangan sampai dijadikan program. Mereka semua terlarang. Itu harusnya jadi kekhawatiran kembali oleh masyarakat sipil dan penyelenggaran pemilu. Semacam ada warning moralitas," katanya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Zakki Amali