tirto.id - Hendri Yuzal, ajudan Gubernur Aceh Non-aktif Irwandi Yusuf, menjalani sidang sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (18/3/2019).
Dalam sidang tersebut, Hendri membantah pernah membicarakan soal fee proyek infrastruktur yang dibiayai Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA).
"Saya enggak pernah menanyakan commitment-commitment fee," kata Hendri kepada jaksa.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantas mencecar Hendri. Pasalnya, berdasar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nomor 25, Hendri tercatat pernah dimintai tolong oleh ajudan Bupati Bener Meriah, Muyassir untuk mengurus proyek DOKA di Bener Meriah.
Masih berdasarkan BAP yang dibacakan jaksa KPK, Muyassir pernah menanyakan fee serta cara penyerahannya kepada Hendri. Kemudian, Hendri meneruskan pertanyaan itu ke Teuku Syaiful Bahri selaku orang kepercayaan Irwandi.
"Saudara Syaiful menyampaikan untuk commitment fee-nya adalah 10 persen dan mereka yang punya AMP [Asphalt Mixing Plant] biasanya sudah pada tahu," kata jaksa saat membacakan BAP Hendri.
Namun, Hendri membantah BAP tersebut. Dia menjelaskan Muyassir memang meminta tolong kepada Teuku Syaiful Bahri agar bisa memenangkan proyek. Syaiful pun pernah menginstruksikan Muyassir agar penawaran yang diajukan lebih kecil 2% atau 4% atau 10% dari nilai pagu.
"Jadi sepengetahuan saudara, di BAP saudara menerangkan fee 10 persen itu, enggak ada pembicaraan itu?" tanya jaksa.
"Enggak ada pembicaraan itu, saya enggak pernah ngomong [soal] fee dengan saudara Syaiful," Hendri menjawab.
Perkara ini berkaitan dengan kasus suap yang menjerat Irwandi. Jaksa KPK mendakwa Irwandi telah menerima suap dari Bupati Bener Meriah Ahmadi sebesar Rp1,05 miliar.
Uang itu diberikan agar Irwandi menyerahkan proyek-proyek di Kabupaten Bener Meriah yang dibiayai Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) ke pengusaha-pengusaha asal Bener Meriah.
Jaksa juga mendakwa Irwandi telah menerima gratifikasi selama menjabat Gubernur Aceh periode 2017-2022 sebesar Rp8,71 miliar. Jaksa pun mendakwa Irwandi menerima gratifikasi dari Board of Management PT Nindya Sejati senilai Rp32,45 miliar.
Atas gratifikasi tersebut, Irwandi didakwa telah melanggar pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara atas tindakan suap yang ia lakukan, jaksa mendakwa Irwandi dengan pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom