Menuju konten utama

AJI Denpasar Sayangkan Grasi untuk Pembunuh Wartawan Radar Bali

Pemberian grasi untuk I Nyoman Susrama dari seumur hidup menjadi 20 tahun ini dinilai bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers.

AJI Denpasar Sayangkan Grasi untuk Pembunuh Wartawan Radar Bali
Pengunjung melihat foto jurnalistik karya anggota Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang yang dipajang saat peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia di Alun-alun Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (3/5/2018). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

tirto.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar menyesalkan pemberian grasi untuk terpidana pembunuh wartawan, I Nyoman Susrama. Ia terbukti menjadi otak pembunuh wartawan Radar Bali, Jawa Pos Grup, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.

"Pemberian grasi oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terhadap I Nyoman Susrama yang menjadi otak pembunuh wartawan Radar Bali, Jawa Pos Grup, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa adalah langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers," tulis AJI Denpasar dalam keterangan pers yang diterima Tirto, Selasa (22/1/2019).

Menurut Ketua AJI Denpasar Nandhang R Astika, pengungkapan kasus pembunuhan wartawan di Bali pada 2010 saat itu menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Sebab sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.

Karena itu, menurut Nandhang, vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadilan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang masih banyak belum diungkap.

"AJI Denpasar bersama sejumlah advokat dan aktivis yang dari awal ikut mengawal Polda Bali tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam. Perlu waktu berbulan-bulan dan energi yang berlebih hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali," ungkap Nandhang.

Pemberian grasi dari seumur hidup menjadi 20 tahun ini dinilai bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers, karena setelah 20 tahun akan menerima remisi dan bukan tidak mungkin nantinya akan menerima pembebasan bersyarat. Karena itu AJI Denpasar sangat menyayangkan dan menyesalkan pemberian grasi tersebut.

Meski presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi sesuai diatur Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 dan Perubahanya UU. No. 5 Tahun 2010, tapi AJI Denpasar menilai seharusnya ada catatan maupun koreksi baik dari Kemenkumham RI dan tim ahli hukum presiden sebelum grasi itu diberikan.

"Untuk itu AJI Denpasar menuntut agar pemberian grasi kepada otak pembunuhan AA Gde Bagus Narendra Prabangsa untuk dicabut atau dianulir," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KEBEBASAN PERS atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Maya Saputri