tirto.id - Wakil Ketua DPP Gerindra, Fadli Zon menilai aparat kepolisian tak netral dengan penetapan tersangka terhadap musisi sekaligus politikus Gerindra Ahmad Dhani Prasetyo terkait kasus dugaan pencemaran nama baik. Pasalnya, kata Fadli, polisi cepat dalam memproses kasus Ahmad Dhani, sementara kasus yang dia laporkan belum diselesaikan hingga saat ini.
"Yang kami laporkan itu tidak tuntas. Saya laporkan 6 misalnya, dan itu jelas merupakan pelanggaran undang-undang apakah ujaran kebencian, pencemaran nama baik maupun UU ITE tidak ditindaklanjuti," kata Fadli, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (18/10/2018).
Sebaliknya, kata Fadli, kepolisian sangat cepat jika mengusut kasus-kasus yang menyangkut kubu oposisi, seperti Ahmad Dhani. "Jadi saya kira hukum jadi enggak netral. Saya kira ini harus dihentikan jangan sampai hal-hal seperti ini dipakai," kata Fadli.
Lagi pula, kata Fadli, tidak masuk akal jika hanya karena berucap “idiot” saja bisa disebut pencemaran nama baik bahkan sampai ditersangkakan. "Ini kalau di dalam forum internasional jadi bahan ketawaan itu. Enggak ada masak orang ngomong idiot aja jadi tersangka apa urusannya?" kata Fadli.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Timur telah menetapkan Dhani sebagai tersangka atas pernyataannya dalam videonya beberapa waktu lalu bahwa masa yang mengadangnya adalah orang-orang idiot.
Pernyataan Dhani itu terlontar saat ia hendak mengikuti acara deklarasi #2019GantiPresiden di Surabaya. Massa berkumpul dan menghalau Dhani keluar dari hotel. Salah satu organisasi massa itu berasal dari Koalisi Bela NKRI dan melaporkan Dhani ke Polda Jawa Timur. Hasilnya Dhani menjadi tersangka.
“Ya setelah dilakukan pemeriksaan saksi, Direktorat Tindak Pidana Kriminal Khusus Polda Jawa Timur menetapkan Ahmad Dhani sebagai tersangka pencemaran nama baik,” tegas Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera pada Tirto hari Kamis (18/10/2018).
Frans mengatakan penyidik telah memeriksa setidaknya 3 jenis ahli untuk menguatkan keterangan bahwa Dhani memang melakukan pencemaran nama baik. Mereka terdiri dari ahli bahasa, ahli sosiologi, dan ahli hukum pidana. Totalnya ada 8 saksi ahli yang telah diperiksa.
“Yang bersangkutan juga sudah kami panggil sebagai tersangka, tapi beliau minta penjadwalan ulang,” lanjut Frans.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto