tirto.id -
"Kalau RockyGerung, saya sulit untuk melihat bahwa ini dapat dikenakan pasal 156a penistaan agama. Karena dia menjabarkan konsep bahwa kitab suci adalah fiksi," kata Miko di Gedung STHI Jentera, Jakarta, Jumat.
Miko menyebut, seseorang yang melanggar pasal 156a harus memenuhi sejumlah unsur. Unsur pertama adalah sasaran penistaan.Seseorang bisa dinyatakan penista jika memang sudah berniat awal untuk menista. Unsur kedua adalah ada upaya yang ditujukan dengan ajaran menyimpang.
Oleh karena itu, Miko memandang sulit Rockybisa dijerat pasal 156a KUHP.
"Sulit karena memang tidak ada motivasi dari awal untuk menyerang secara spesifik ajaran agama tertentu atau memanifestasikannya dalam bentuk tindakan yang menyimpang dari pakem-pakem yang ada," kata Miko.
RockyGerung diperiksa Polda Metro Jaya pada Jumat (1/2/2019). Rocky seharusnya diperiksa kemarin, Kamis (31/1/2019), tetapi dia tidak hadir lantaran berada di Makassar.
Usai pemeriksaan Rocky menyatakan bahwa pelapor gagal paham soal ujarannya "kitab suci adalah fiksi" dalam dalam acara Indonesian Lawyers Club (ILC) TV One yang bertajuk 'Jokowi Prabowo Berbalas Pantun', Selasa (10/4/2018)..
“Pelapor gagal paham. Saya terangkan berkali-kali, bahwa fiksi itu energi untuk mengaktifkan imajinasi, itu penting dan baik. Beda dengan fiktif yang cenderung mengada-ada. Itu intinya,” ujar Rocky di Polda Metro Jaya, Jumat (1/2/2019).
Pemanggilan pertama terhadap Rocky Gerung ini berdasarkan laporan Sekretaris Jenderal Cyber Indonesia, Jack Boyd Lapian ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Senin (16/4/2018).
Surat Nomor: B/741/I/RES.2.5./2019/Dit.Reskrimsus menjadi dasar pemanggilan Rocky, yang ditandatangani oleh Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, AKBP M. Irhamni bertanggal 28 Januari 2019.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH