Menuju konten utama

Ahli Bahasa: Frasa 'Ganti Tawas' Teddy Minahasa adalah Perintah

Kalimat yang dilontarkan Irjen Teddy Minahasa kepada Dody Prawiranegara untuk mengganti sabu dengan tawas adalah suatu perintah.

Ahli Bahasa: Frasa 'Ganti Tawas' Teddy Minahasa adalah Perintah
Terdakwa mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara (tengah) dan Linda Pujiastuti (kiri) menjalani sidang lanjutan terkait kasus memperjualbelikan barang bukti sabu sitaan seberat lima kilogram di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Rabu (8/2/2023).ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) hari ini menghadirkan ahli bahasa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Krisanjaya dalam persidangan kasus narkoba dengan terdakwa AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto dan Linda Pujiastuti di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Krisanjaya dalam keterangannya merinci terkait kalimat perintah serta perbedaannya dengan kalimat lain.

Mulanya, hakim bertanya tentang apa saja peluang respons seseorang ketika mendapat perintah dan tidak ia pahami.

"Jika ada sebuah kalimat perintah yang disampaikan oleh A, ditujukan kepada B lalu formasi kalimat memang tidak dipahami oleh B, maka sepengetahuan saya B melakukan konfirmasi atas kalimat perintah itu," kata Krisanjaya dalam persidangan di PN Jakarta Barat, Rabu (8/3/2023).

"Peluangnya ada dua atas kalimat perintah itu, yang pertama kalimat perintahnya tidak dipahami. Kedua, kalimat perintahnya dipahami tetapi tidak dapat mengerjakan perintahnya," imbuhnya.

Hakim lalu bertanya kembali terkait apa saja yang menjadi pembeda kalimat perintah dengan kalimat lainnya. Ahli lalu menyebut bahwa ciri utama kalimat perintah adalah mengharapkan respons berupa tindakan.

"[Yang membedakan kalimat perintah dengan kalimat lain] dari konstruksi kalimat, kedua dari respon yang diharapkan. Kalau kalimat berita tidak mengharapkan respons, kalau kalimat perintah mengharapkan responsnya berupa tindakan atau perbuatan," katanya.

Hakim juga bertanya terkait kalimat yang dilontarkan Irjen Teddy Minahasa kepada Dody untuk mengganti sabu dengan tawas. Menurut Krisanjaya itu adalah suatu perintah.

"Dalam suatu organisasi, kita ambil organisasi kepolisian, itu kan ada atasan ada bawahan, bisa disebut ada komando ya, apakah perintah atasan kepada bawahan bisa dikategorikan perintah atau narasi?" tanya hakim dalam persidangan di PN Jakarta Barat, Rabu, 8 Maret 2023.

"Jika itu normatif berdasarkan institusi, maka institusi yang mengatur, Yang Mulia. Namun tanda bahasanya dapat dilihat dari wujud kalimatnya apakah perintah, kemudian respons yang diharapakan berupa tindakan," kata Krisanjaya menjelaskan.

"Contohnya ini dalam konteks kedinasan atasan dan bawahan. Perintah dari atasan itu, ganti sebagian dengan tawas, itu narasi atau perintah?," tanya hakim.

"Dari predikat verbanya, perintah, Yang Mulia. Kata 'ganti'. Mengharapkan respons dari lawan bicara," jawab Krisanjaya.

Hakim lalu bertanya apakah perintah tersebut menurut ahli sudah jelas atau masih ambigu.

"Dari pilihan katanya tidak ada yang ambigu, Yang Mulia. Ambigu itu maknanya tidak satu, jadi yang mendengar bingung. Kata 'ganti' tidak menimbulkan keraguan," jawab Krisanjaya.

"Jelas perintahnya?," tanya hakim menegaskan.

"Jelas," jawab Krisanjaya.

Dalam sidang sebelumnya, ahli digital forensik Rujit Kiswonoto. Rujit saat itu sempat menunjukkan bukti percakapan antara terdakwa kasus peredaran narkoba, Irjen Teddy Minahasa dengan AKBP Dody. Isi percakapan tersebut adalah Teddy mengonfirmasi kepada Dody bahwa barang bukti telah diganti menggunakan tawas.

"Teddy Minahasa: Sebagian BB diganti Tawas (buat bonus untuk anggota). DP (Dody Prawiranegara): Siap gk berani jenderal," demikian kutipan percakapan yang ditampilkan di persidangan, Kamis 2 Maret 2023.

Kasus bermula ketika Teddy, yang menjabat sebagai Kapolda Sumatra Barat, diduga menginstruksikan AKBP Dody untuk menukar 5 kilogram sabu dengan tawas. Saat itu Dody meminta Arif untuk menjalankan perintah Teddy.

Dody didakwa menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara narkotika golongan I hasil sitaan Polres Bukittinggi sebanyak lima kilogram.

Tindak pidana itu turut melibatkan eks Kapolda Sumatra Barat Teddy Minahasa, Kompol Kasranto, Aiptu Janto P. Situmorang, Linda Pujiastuti, Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram," kata jaksa saat membacakan dakwaan di PN Jakbar, Kamis (2/2/2023).

Baca juga artikel terkait SIDANG KASUS NARKOBA TEDDY MINAHASA atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto