Menuju konten utama

Agar Indonesia Bebas Rabies pada 2020

Sebanyak 24 provinsi di Indonesia masih merupakan wilayah endemis penyakit rabies. Sementara sembilan provinsi yang sudah dinyatakan bebas rabies sejak tahun 2004.

Agar Indonesia Bebas Rabies pada 2020
Petugas Dinas Peternakan menyuntikkan vaksin anti rabies pada seekor anjing milik warga saat dimulainya vaksinasi rabies tahap VI tahun 2015 di Desa Dalung, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (17/4. Vaksinasi massal yang dilaksanakan hingga bulan Juli tersebut ditargetkan dapat menyasar sekitar 300 ribu anjing dan kucing serta hewan penular rabies (HPR) lainnya di seluruh Bali. ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/ss/Spt/15.

tirto.id - Anjing merupakan salah sumber utama penyebar penyakit rabies yang hingga kini belum ada obatnya. Sebanyak 98 persen penyakit rabies yang diderita manusia, disebabkan oleh gigitan anjing yang di tubuhnya mengandung virus yang bisa menyebabkan infeksi akut pada susunan saraf pusat tersebut. Sisanya, disebabkan oleh kera dan kucing.

Seekor anjing yang menderita rabies akan berubah menjadi agresif dan tak lagi mengenali majikannya. Dia akan menyerang apapun dan siapapun di dekatnya. Biasanya secara fisik, anjing tersebut terlihat kurus dan kekurangan nutrisi.

“Itu disebut anjing gila. Enggak mungkin korban yang digigit anjing rabies orang jauh, karena anjing rabies tidak bisa berjalan jauh dan tidak suka cahaya. Mereka nggak ada kontrol di syarafnya. Kayak komodo, air liurnya di mana-mana,” ungkap Jonatan Wegiq, Koordinator Garda Satwa Indonesia, kepada tirto.id, pada Minggu (9/9/2016).

Secara umum, manusia yang terkena rabies akan menunjukkan gejala demam, mual, rasa nyeri di tenggorokan, gelisah, takut air, takut cahaya dan produksi air liur berlebih. Setiap kasus gigitan anjing rabies harus ditangani sesegera mungkin. Usaha yang sejauh ini efektif, mencuci bagian yang luka dengan sabun dan air yang mengalir. Setelah itu, dibalur dengan alkohol atau obat antiseptik.

Berkaitan dengan penanganan rabies ini, Indonesia bersama sembilan negara lainnya telah menandatangani deklarasi ASEAN Bebas Rabies pada 2020. Deklarasi dilakukan di negara Laos, pada September 2012, saat dilakukan menteri pertanian dan kehutanan ASEAN ke-34.

Deklarasi dilakukan mengingat insiden kematian manusia akibat endemik rabies tertinggi di Asia, hingga 60 persen. Sementara peringkat kedua di Afrika dengan 36 persen. Berdasarkan data Global Alliance for Rabies Control, sekitar 160 orang meninggal setiap hari dan sekitar 59.000 orang meninggal setiap tahun karena penyakit mematikan tersebut.

Di Indonesia, dari 34 provinsi, terdapat 24 provinsi yang merupakan wilayah endemis rabies. Sedangkan sembilan provinsi sudah bebas rabies, yakni Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) terus naik sejak tahun 2009. Puncaknya pada tahun 2012 sebanyak 84.750 kasus. Tahun berikutnya, berkurang 15.614 kasus, menjadi 69.136 kasus. Dan terus menurun pada tahun 2014 menjadi 42.958 kasus.

Sedangkan kasus positif rabies yang mengakibatkan kematian atau Lyssa, mencapai puncaknya pada tahun 2010, yaitu 206 jiwa. Penurunan terus terjadi, hingga di tahun 2014 tercatat jumlah kematian sebanyak 81 jiwa.

Provinsi yang positif rabies dan memiliki angka kematian tertinggi di Sulawesi Utara sebanyak 22 jiwa. Menyusul Kalimantan Barat sebanyak 13 jiwa, Sumatera Barat sebanyak 8 jiwa, serta paling sedikit Sumatera Utara sebanyak 4 jiwa.

Memperkecil Eliminasi

DKI Jakarta merupakan salah satu dari sembilan provinsi yang sudah dinyatakan bebas rabies sejak tahun 2004. Hal tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 566/Kpts/PD.640/10/2004. Pada 2011, DKI jakarta mendapat penghargaan sebagai provinsi yang konsisten menjaga daerahnya bebas rabies.

Melalui Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (KPKP), Pemprov DKI masih terus melakukan upaya rutin menjaga kotanya bebas dari rabies. “Salah satunya kami melakukan vaksinasi bareng. Karena kita dikelilingi daerah yang endemi rabies,” ujar Darjamuni, Kepala Dinas KPKP kepada tirto.id, pada Senin (12/9/2016).

Dinas KPKP juga menggerakkan bawahannya melakukan operasi menyisir hewan peliharaan di beberapa ruas kota. Anjing tanpa pemilik bakal diangkut. Jika menemukan hewan peliharaan yang rentan rabies karena pemiliknya tak becus merawat, maka akan disita. Anjing-anjing liar hasil operasi bakal ditempatkan di salah satu Unit Pelayanan Teknis, yaitu Laboratorium Diagnostik Balai Kesehatan Hewan dan Ikan, di Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

“Kita berusaha memperkecil eliminasi (membunuh) karena kita harus menjaga kesejahteraan hewan. Kalau ada penyakit lain dan itu terpaksa, ya kami suntik (mati). Itu kalau sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Tapi sekarang kita sangat hati-hati, tidak akan melakukan itu kalau tidak dalam keadaan sangat terpaksa,” tuturnya.

Target vaksinasi rabies DKI Jakarta tersebar di enam wilayah. Total seluruhnya 13.866 populasi dengan target vaksin 11.092.

Sebagai ibu kota negara, DKI Jakarta berada di antara Jawa Barat dan Banten. Pengawasan teradap hewan penular rabies dilakukan di dua pintu masuk kedua wilayah tetangga. Populasi anjing dalam keadaan hidup terbanyak datang dari Sukabumi.

“Kita tinggal melakukan pengawasan saja, karena kita tidak bisa menghalangi bahwa anjing enggak boleh masuk Jakarta. Tapi kita tahu, ada orang-orang kita yang mengonsumsi itu,” ujar Darjamuni. Artinya, potensi munculnya rabies harus terus dijaga.

Baca juga artikel terkait KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti