tirto.id - Ketika Adam Malik dan beberapa tokoh jurnalis pergerakan nasional mendirikan Kantor Berita Antara di Jakarta pada 1937, Soeharto masih bocah belasan tahun.
Tiga tahun kemudian, waktu Adam Malik memimpin Antara sambil aktif berpolitik di Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), Soeharto baru saja teeken (mendaftar masuk) menjadi anggota Tentara Kerajaan Belanda (KNIL). Setahun kemudian, Soeharto jadi sersan di KNIL.
Ketika Adam Malik jadi kepala bagian di kantor berita zaman Jepang, Soeharto meneruskan kariernya di dinas militer sukarela Jepang, PETA. Setelah revolusi, Adam Malik berkarier juga sebagai diplomat. Sementara Soeharto terus di militer Republik. Mereka punya satu kesamaan: bisa mencapai posisi puncak walau ijazah mereka tidak bisa dibilang tinggi.
Soeharto hanya lulus Schakel School (sekolah lanjutan), yang menerima lulusan Volkschool (sekolah dasar tiga tahun). Lulusan Schakel School ijazahnya disetarakan dengan lulusan sekolah dasar tujuh tahun untuk pribumi, Hollandsch Inlandsch School (HIS). Di HIS ini pula, Adam Malik bersekolah.
Jadi, jika dilihat dari ijazahnya, Soeharto dan Adam Malik hanya lulusan sekolah dasar. Meski di masa kini tampak remeh, pada sebelum 1940-an, bisa sekolah hingga level SD adalah sebuah keberuntungan.
Memperbaiki Hubungan dengan Malaysia
Adam Malik adalah satu dari Tritunggal penting dalam pemerintahan awal Orde Baru bersama Soeharto dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Di awal Orde Baru, Adam malik pernah menjadi Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II merangkap Menteri Luar Negeri pada 18 Maret 1966, ketika Surat Perintah 11 Maret 1966 dipegang oleh Letnan Jenderal Soeharto. Setelah 9 hari menjabat Waperdam II, Adam Malik berganti jabatan lagi menjadi Wakil Perdana Menteri Urusan Sosial Politik dan masih merangkap Menteri Luar Negeri.
Di awal Orde Baru, Adam Malik adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang memperbaiki hubungan Indonesia dengan Malaysia yang runyam di era-era Konfrontasi Ganyang Malaysia. Pria kelahiran Pematangsiantar, Sumatra Utara ini juga punya andil dalam pembentukan ASEAN. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ini menghadirkan rasa aman bagi Malaysia yang sebelumnya dimusuhi oleh Presiden Sukarno karena dianggap proyek Nekolim Kerajaan Inggris.
Setelah menjadi menteri, Adam Malik menjadi orang penting juga di Parlemen pada era 1970-an. Ketika menjadi Ketua DPR/MPR Adam memberi kabar gembira bagi Soeharto. Seperti diakui Soeharto dalam Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989:331), Adam Malik bilang pada Soeharto, “Menurut perhitungan matematik, Pak Harto sudah dapat dipastikan terpilih kembali.”
Bagaimana tidak terpilih, ABRI mendukung Soeharto. Begitu juga Golongan Karya (Golkar).
Saat Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang jadi Wapres enggan menjabat kembali, Soeharto memilih Tritunggal yang lain, yakni Adam Malik sebagai wakilnya pada 23 Maret 1978, tepat hari ini 44 tahun lalu.
“Ternyata kerja sama dengan Adam Malik selama jabatan saya (1978-1983), juga bisa, sekalipun tempo-tempo Bung Adam Malik, sebagai seorang politikus, membuat statement yang kurang serasi,” ujar Soeharto.
Dua orang ini memang beda latar belakang. Adam orang Sumatra, Soeharto Jawa. Adam adalah bagian dari pergerakan nasional dan pernah jadi wartawan, sedangkan Soeharto militer. Di kalangan pergerakan nasional, Adam Malik bukan dari golongan yang kooperatif dengan pemerintah kolonial. Sementara Soeharto pernah bekerja dengan pemerintah kolonial sebagai bintara tentara kerajaan di Hindia Belanda.
Latar belakang Adam sebagai wartawan bikin Soeharto merasa sulit. Di antara wapres-wapresnya, tampaknya hanya Adam Malik yang punya latar belakang sebagai wartawan sekaligus bagian dari pergerakan nasional. Sesudah Adam Malik, Soeharto tak pernah lagi punya Wapres seperti Adam Malik. Soeharto lebih sreg dengan wapres dari militer.
Soeharto, dengan pengakuan di autobiografinya itu seolah mengaku ada sedikit kewalahan dalam bekerja sama dengan Adam Malik. Meski Soeharto harus dibikin pusing, tentu saja Soeharto harus terlihat kompak dengan rekan kerjanya. Maka Soeharto menyebut “tidak ada maksud padanya untuk mempersulit keadaan, tetapi statement-nya itu menyulitkan, artinya, tidak serasi dengan kebijaksanaan pemerintah. Padahal ia berada di dalamnya.”
Salah satu yang menyulitkan itu adalah: pembukaan kembali hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Adam Malik seolah hendak membukanya sesegera mungkin, tapi Soeharto merasa perlu membatasinya.
Keunikan Adam Malik sebagai Wapres tidak hanya sampai di sana. Di masa lalu, Adam Malik adalah pengikut tokoh komunis, Tan Malaka, dan aktif juga di partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba). Bahkan Adam Malik tersangkut Kudeta 3 Juli 1946, seperti kebanyakan tokoh Murba. Ini tentu tak lazim di negara anti-komunis macam Indonesia.
Menariknya lagi, meski punya latar belakang komunis, Adam Malik juga dituduh sebagai agen CIA. Ini pernah ditulis oleh Tim Weiner dalam Membongkar Kegagalan CIA (2008). Weiner mengutip pengakuan perwira CIA bernama Clyde McAvoy soal itu.
"Saya merekrut dan mengontrol Adam Malik," ujar Clyde McAvoy. “Dia adalah pejabat Indonesia tertinggi yang pernah kami rekrut."
Sudah pasti tudingan ini dibantah oleh keluarga dan banyak sejarawan, termasuk Taufik Abdullah. Menurut Taufik, tidak masuk akal jika Adam Malik dianggap sebagai agen CIA. Sebab jika mengikuti sejarah hidup dan perjuangannya, Adam Malik merupakan seorang nasionalis yang cenderung sosialis.
Terlepas dari gonjang-ganjing itu, Adam adalah sosok penting bagi Republik ini. Dari pemerintah Republik Indonesia, Adam Malik memperoleh banyak penghargaan. Dia penerima Bintang Mahaputera kl. IV tahun 1971, Bintang Adhi Perdana kl.II tahun 1973, juga diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada 1998. Adam Malik tutup usia pada 5 September 1984.
==========
Artikel ini terbit pertama kali pada 12 Maret 2019. Redaksi melakukan penyuntingan ulang dan menayangkannya kembali untuk rubrik Mozaik.
Editor: Nuran Wibisono & Irfan Teguh Pribadi