tirto.id - Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menahan suku bunga acuan tetap di level 6 persen. Ekonom senior Bank Mandiri, Reny Eka Putri, menilai volatilitas di pasar uang yang masih cukup tinggi membuat rupiah melemah di kisaran Rp15.800 per dolar AS menjadi alasan mengapa Bank Sentral perlu menempuh kebijakan ini.
Selain itu, kata dia, aliran dana asing juga terpantau keluar dari pasar domestik. Dari catatan BI, di sepanjang pekan kedua November 2024, aliran modal asing keluar telah mencapai Rp7,42 triliun.
"Kami melihat BI masih akan mempertahankan BI Rate di level 6 persen dengan melihat perkembangan eksternal dan juga domestik. Volatilitas di pasar uang masih cukup tinggi dengan rupiah yang masih melemah di kisaran level Rp15.800, meskipun inflasi domestik cukup terkendali," kata Reny melalui aplikasi perpesanan kepada reporter Tirto, Rabu (20/11/2024).
Sementara dari faktor risiko eksternal, pernyataan Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang mengatakan akan berhati-hati dan tidak terburu-buru memangkas suku bunga, praktis membuat ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga The Fed (Fed Funds Rate/FFR) ke depan akan menurun. Begitu pula dengan kebijakan Presiden Terpilih AS, Donald Trump, yang diprediksi akan berpotensi membuat inflasi AS meningkat.
"Sehingga memengaruhi timing penurunan suku bunga (The Fed) lebih lanjut," sambungnya.
Di sisi lain, ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, menilai BI masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuan lebih lanjut karena inflasi terjaga di kisaran target Bank Indonesia sebesar 1,5-3,5 persen.
Meskipun tingkat inflasi umum pada Oktober 2024 yang sebesar 1,71 persen secara tahunan (year on year/yoy) melambat dari posisi September 2024 yang sebesar 1,84 persen (yoy).
Namun, di saat yang sama ada tren depresiasi rupiah hingga di posisi Rp15.770 per dolar AS di pertengahan November, seiring dengan arus modal keluar yang dipicu oleh tensi geopolitik dan naiknya ketidakpastian terkait Pemilu AS.
Arus modal keluar bersih yang terjadi antara pertengahan Oktober dan pertengahan November 2024 mencapai 1,46 miliar dolar AS, yang terdiri dari 0,58 miliar dolar AS dari pasar obligasi, dan 0,88 miliar dolar AS dari pasar saham.
"Sebelum hasil pemilu, para investor mengambil sikap hati-hati, sehingga mengalihkan portofolionya ke aset safe haven. Setelah hasil pemilu keluar, dengan janji-janji kebijakan pro-bisnis dari presiden terpilih Trump, banyak investor yang memindahkan aset mereka dari pasar negara berkembang," jelas Riefky dalam Laporan Seri Analisis Makroekonomi Rapat Dewan Gubernur BI November 2024, dikutip Rabu (20/11/2024).
Sementara itu, dari sisi domestik, dinamika perdagangan terus menunjukkan ketahanan. Hal ini terlihat dari surplus perdagangan sebesar 2,48 miliar dolar AS yang dicatatkan pada Oktober 2024.
Meski turun 23,22 persen dari bulan sebelumnya (month to month/mtm) yang senilai 3,23 miliar dolar AS, capaian tersebut menandai surplus neraca perdagangan Indonesia selama 54 bulan
berturut-turut.
"Baik impor maupun ekspor mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi di bulan Oktober 2024, tetapi kenaikan impor yang lebih tajam menyebabkan surplus perdagangan berkurang," jelas Riefky.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi