Menuju konten utama

Ada Apa di Haiti dan Benarkah Rusuh Gangster vs Pemerintah?

PM Haiti Ariel Henry tak kunjung membentuk dewan transisi yang dijanjikan. Pengerahan pasukan PBB ditunda. Bagaimana perkembangan terakhir di Haiti?

Ada Apa di Haiti dan Benarkah Rusuh Gangster vs Pemerintah?
Utusan khusus untuk Perdana Menteri Republik Dominika Haiti Ariel Henry, Duta Besar Daniel Supplice, berbicara selama konferensi pers di Port-au-Prince, Haiti, Selasa (16/11/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Ralph Tedy Erol/HP/sa.

tirto.id - Aksi kerusuhan melibatkan anggota gangster melawan pemerintah terjadi di Haiti sejak akhir Februari 2024. Bagaimana kabar terbaru mengenai konflik Haiti?

BBC memberitakan, pada Rabu (20/3/2024) sekelompok gangster mencoba untuk menyerang Bank of the Republic of Haiti (BRH).

Namun, pasukan keamanan berhasil menghalau tindakan tersebut. Empat orang anggota gangster dilaporkan tewas. Dari pihak keamanan terdapat seorang petugas yang mengalami luka akibat terkena tembakan.

"Menyusul sebuah insiden kemarin di dekat lokasi [kami] di Rue Pavee, pasukan keamanan dan tim keamanan bank bertindak dengan profesionalisme dan efisiensi," bunyi pernyataan pihak bank.

Krisis Haiti diawali setelah terjadinya pembunuhan terhadap Presiden Jovenel Moïse pada tahun 2021. Para gangster lalu mendominasi sebagian besar wilayah dan menguasai akses menuju infrastruktur utama berupa pelabuhan dan bandara.

Kekerasan semakin meningkat setelah salah satu gangster yang dipimpin Jimmy Cherizier melakukan serangan pada awal Maret 2024. Akibatnya, 3.600 narapidana lari dari penjara hingga menimbulkan teror di sejumlah wilayah. Anggota gangster menuntut Perdana Menteri Haiti Ariel Henry mengundurkan diri.

Update Terbaru Konflik Haiti

10 orang dikabarkan tewas setelah terjadi aksi penjarahan dan pencurian di pinggiran ibu kota Haiti, Port-au-Prince, Haiti. Pada Senin (18/3) pagi hari, mayat-mayat ditemukan tergeletak di pinggiran jalan Petion-Ville sebelum diangkut ambulans.

Menurut Reuters, suara tembakan dan penjarahan juga terjadi pada waktu yang sama di kawasan Laboule. Sejumlah kantor perusahaan listrik tidak luput dari target serangan. Akibatnya, kabel, baterai, hingga dokumen banyak yang dicuri.

Aksi lain juga terjadi di Thomassin. Independent.co.uk menuliskan penduduk banyak yang melarikan diri dan meminta bantuan polisi.

Para anggota gangster semakin meningkatkan kekuatan dengan melakukan aksi kekerasan serta menyerang kantor polisi dan pusat pemerintahan. Apalagi Perdana Menteri Ariel Henry tak kunjung kembali dari luar negeri.

Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan sudah ada 17.000 warga yang telah meninggalkan ibukota Port-au-Prince selama sepekan terakhir. Sebagian besar menjadi pengungsi. Beberapa negara yang berbatasan langsung terus memperkuat keamanan.

Rencana pengerahan pasukan internasional juga ditunda. Tim ini terdiri dari polisi Kenya dan didukung penuh PBB. Tugasnya memerangi gangster di Haiti.

Kenya menyatakan mereka masih memantau situasi hingga terbentuk dewan transisi. PM Haiti Ariel Henry sebelumnya mengatakan akan segera mundur setelah dewan transisi dibentuk.

Amnesti Internasional dalam pernyataan hari Selasa, (19/3) menyebutkan konflik Haiti disebabkan sejumlah hal. Di antaranya ketidakstabilan politik selama beberapa dekade, kemiskinan yang ekstrim, bencana alam, hingga melemahnya institusi negara.

Selain itu, krisis semakin parah karena kurangnya keterlibatan komunitas internasional yang membuat penduduk semakin rentan terhadap aksi kekerasan.

"Solusi militer dan intervensi eksternal telah gagal mengatasi akar penyebab krisis. Alih-alih mengarah pada stabilitas yang berkelanjutan, solusi-solusi tersebut justru membuat terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dan impunitas," ucap Ana Piquer, Direktur Amerika Amnesty International.

Baca juga artikel terkait POLITIK atau tulisan lainnya dari Beni Jo

tirto.id - Politik
Kontributor: Beni Jo
Penulis: Beni Jo
Editor: Dipna Videlia Putsanra