tirto.id - Direktur Eksekutif Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik, Dedi Kurnia Syah Putra berpendapat Gerindra perlu mempertimbangkan dengan matang sebelum memutuskan bergabung dengan koalisi Jokowi atau menjadi oposisi selama lima tahun mendatang.
Dia menilai Gerindra saat ini menghadapi dilema. Salah satunya karena dalam lima tahun ke depan ada sejumlah pilkada serentak digelar. Tercatat ada tiga pilkada serentak yang akan digelar dalam lima tahun ke depan, yakni pada 2020, 2022 dan 2023.
"Jika pemilih gerindra menginginkan Prabowo tetap beroposisi, lalu tidak terpenuhi maka bisa saja Gerindra mengalami penurunan kepercayaan publik, mengingat sepanjang 5 tahun ke depan akan banyak digelar Pilkada," kata Dedi kepada wartawan tirto pada Jumat (26/7/2019).
Dedi mengatakan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto perlu menakar untung-rugi jika partainya masuk pemerintahan. Apalagi, wacana masuknya Gerindra ke kabinet Jokowi kemungkinan juga tak disetujui sejumlah anggota koalisi lainnya.
"Terlebih jika [Gerindra masuk] di Kabinet, karena akan menghadapi 2 kekuatan, publik [pendukung] dan mitra koalisi petahana yang tentu keberatan" ujar Dedi.
Meskipun demikian, menurut Dedi, keputusan Gerindra kemungkinan besar tidak akan berdampak terhadap soliditas internal partai itu.
"Kalau masuk koalisi, dampak secara internal mungkin tidak ada, mengingat iklim oligarkis di Gerindra, di mana Prabowo tidak saja sebagai ketua umum, melainkan juga sebagai pemilik. Tentu, Prabowo punya kewenangan absolut memutuskan langkah Gerindra," ujar dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Addi M Idhom