Menuju konten utama

Jokowi Dinilai Lebih Untung Gandeng Gerindra Dibanding PAN-Demokrat

Presiden jokowi dinilai lebih menguntungkan jika menggandeng Partai Gerindra bergabung ke koalisi dibandingkan menarik Partai Demokrat dan PAN.

Jokowi Dinilai Lebih Untung Gandeng Gerindra Dibanding PAN-Demokrat
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tiba di kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019). tirto.id/Bayu Septianto

tirto.id - Pengamat politik dari Indonesian Public Institute Karyono Wibowo tidak menyoalkan wacana kabinet rekonsiliasi yang dibangun Jokowi dengan partai oposisi.

Namun, Karyono memandang, Jokowi sebaiknya menggandeng Gerindra daripada Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sebab, pemerintahan bisa berjalan lebih solid karena perolehan suara parlemen yang lebih besar dan menyelesaikan konflik porsi kekuasaan di legislatif.

"Jika koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf seandainya hanya menarik Gerindra ke dalam koalisi, maka lebih ideal dibanding menarik PAN dan Demokrat, jika kedua parpol tersebut meminta porsi kekuasaan terlalu besar," kata Karyono dalam keterangan tertulis, Kamis (25/7/2019) malam.

Karyono mengatakan, koalisi yang terbangun bisa kuat di legislatif. Sebab, perolehan suara parpol pendukung pemerintah mencapai sekitar 72 persen.

"Sehingga posisinya cukup kuat, asalkan semua partai pendukung konsisten, tidak berkhianat dan main dua kaki. Jadi, kalaupun ada turbulensi politik, tidak mudah untuk menggoyang pemerintahan," kata Karyono.

Di sisi lain, Karyono mengingatkan, pemerintahan di masa depan tetap harus ada oposisi. Sebab, tanpa tanpa kekuatan oposisi, kekuatan check and balance sebagai pengontrol pemerintahan tidak akan berjalan dengan baik.

Selain itu, perlu ada penyesuaian ideologi partai di luar pemerintahan ketika menjalankan proses pemerintahan bersama koalisi pemenang.

Koalisi gemuk, tambahnya, juga akan membebankan Jokowi. Sebab, benturan kepentingan tidak bisa dihindari saat perjalanan pemerintahan. Situasi tersebut bisa membuat koalisi bisa terjebak masalah kepentingan masing-masing.

Oleh karena itu, Karyono memandang perlu kalkulasi politik yang ideal, sama dengan menjaga kesimbangan antara berat badan dengan tinggi badan agar tubuh bisa bergerak gesit.

"Keseimbangan itulah yang dibutuhkan dalam membangun koalisi pemerintahan agar mencapai kinerja yang maksimal. Maka solusinya adalah bagaimana membangun kesimbangan dan mampu melakukan manajemen pemerintahan untuk mengendalikan konflik agar pemerintahan bisa berjalan on the right track," pungkas Karyono.

Isu Partai Gerindra bergabung ke pemerintahan Jokowi-Maruf semakin menguat usai Ketua Umum Prabowo Subianto bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri beberapa waktu lalu.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerindra Ahmad Riza Patria menjelaskan, ada banyak pertimbangan sebelum Prabowo Subianto bertemu dengan Megawati Soekarnoputri.

Menurut Riza, Gerindra mempertimbangkan kontribusi yang bisa diberikan bila nantinya akan bergabung dalam koalisi partai politik pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Kalau bersama-sama di pemerintahan tidak bisa bersinergi dengan positif maka yang dirugikan rakyat. Tentu kami tak ingin berada di pemerintahan dan tidak memberikan kontribusi yang positif," ujar dia di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta Pusat Rabu (24/7/2019).

Ia menjelaskan, begitu juga ketika Gerindra ada di luar pemerintahan. Pihaknya tak ingin sekadar ada di oposisi yang bertugas mengkritisi tanpa memberikan hasil yang positif.

"Kami tak ingin sekadar ada di oposisi yang bertugas mengkritisi atau menggonggong dan sebagainya tapi tidak memberikan kontribusi yang positif," ujar dia.

Baca juga artikel terkait PARTAI KOALISI JOKOWI-MARUF atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno