tirto.id - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, menyebut bahwa Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) tidak proposional dan inkonstitusional. Hal itu dia lontarkan merespons soal memanasnya hubungan antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan PBNU.
"Saya tidak tahu. Yang jelas PBNU tidak proposional dan inkonstitusional," kata Abdul di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (22/8/2024).
Selain itu, kader PKB itu juga menyinggung soal perbedaan payung hukum antara PKB dan PBNU. Dengan begitu, kata Abdul, tidak boleh ada satu pihak mengintervensi pihak lain.
"Yang jadi masalah ketika beda rumah beda payung hukum. Yang satu Undang-Undang Ormas yang satu Undang-Undang Parpol. Nah, yang Undang-Undang Ormas melok-melok, ikut mengintervensi untuk menganeksasi itu yang enggak boleh," ucap Abdul.
Abdul mengatakan bahwa langkah PBNU mengintervensi PKB telah melanggar konstitusi.
"Ya enggak boleh [mengintervensi]. Bukan saya yang melarang itu, tapi konstitusi. Bukan saya melarang. Harus bisa menjaga diri enggak boleh apalagi menganeksasi, enggak boleh melanggar konstitusi," tutur Abdul.
Sebelumnya, Rais Syuriah PBNU, Muhammad Cholil Nafis, menganggap bahwa Ketua Umum PKB, Abdul Muhaimin Iskandar, dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKB, Muhammad Hasanuddin Wahid, tidak kooperatif setelah mangkir dari undangan PBNU.
"Kami memutuskan bahwa PKB tidak bisa koordinasi dengan PBNU. Tidak bisa komunikasi dengan PBNU yang secara historis (dan dokumentasi) ada hubungan erat dengan PBNU. Ini kesimpulan sementara," kata Cholil Nafis di Plaza PBNU, Lantai 1, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024) siang.
Lebih lanjut, Cholil Nafis mengatakan bahwa informasi terkait ketidakhadiran Ketum dan Sekjen PKB akan diserahkan kepada Tim Panel, di antara KH Anwar Iskandar dan Kiai Amin Said Husni. Informasi itu nantinya akan menjadi pertimbangan keputusan PBNU.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi