tirto.id - Bivitri Susanti membahas sejumlah kejanggalan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Kejanggalan-kejanggalan tersebut ia paparkan dalam film Dirty Vote yang viral di media sosial.
Pada 16 Oktober 2023, MK mengabulkan gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru. MK yang saat itu diketuai Anwar Usman memutuskan bahwa batas usia minimal 40 tahun tidak sesuai dengan UUD 1945.
MK juga memutuskan bahwa syarat alternatif pernah menjabat sebagai kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dapat diterima. Putusan ini menimbulkan kontroversi karena dinilai menguntungkan pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Berkat putusan tersebut, Gibran yang masih berusia 36 tahun berhasil lolos pendaftaran dan masuk ke bursa capres-cawapres Pemilu 2024. Menyusul putusan tersebut, Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai ketua MK lantaran terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Belakangan skandal MK ini kembali ramai dibahas seiring dengan rilisnya film dokumenter politik Dirty Vote. Film yang rilis di Youtube pada Minggu (11/2/2024), ini menyoroti berbagai kecurangan-kecurangan yang terjadi jelang Pemilu 2024.
7 Kejanggalan Putusan MK di Film Dirty Vote
Dosen sekaligus pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai putusan MK yang mengabulkan permohonan batas usia capres dan cawapres janggal. Tak hanya Bivitri, kedua rekannya yang turut berperan di Dirty Vote turut mengamini bahwa putusan MK adalah bagian dari kecurangan pemilu tahun ini.
Bahkan Bivitri mengklaim bahwa putusan MK ini adalah "puncak" dari rangkaian kecurangan pemilu untuk memenangkan salah satu pasangan calon. Berikut daftar kejanggalan yang diungkap oleh Bivitri dalam film Dirty Vote:
1. Kontradiksi Mahkamah Konstitusi (MK)
Bivitri mengungkapkan syarat pencalonan yang berupa presidential threshold 31 kali ditolak MK dengan berbagai alasan. Hal ini berbeda dengan permohonan batas usia capres dan cawapres yang diminta untuk diubah.
Khusus permohonan tersebut, tiba-tiba MK membuka pintu lebar hanya dengan satu kali permohonan. MK kemudian menerima permohonan tersebut hingga berlanjut sampai putusan.
2. Cara instan ubah UU tanpa DPR
Putusan tentang batas usia cawapres melalui MK dinilai sebaga cara yang "instan" mengubah undang-undang (UU) tanpa campur tangan DPR. Seharusnya perubahan undang-undang dilakukan oleh pembentuk undang-undang
Keterlibatan DPR dalam pengubahan UU ini diatur dalam Pasal 20 UUD 1945, sebagai berikut:
(1) Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
(2) Jika sesuatu rancangan Undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
3. Konflik kepentingan
Bivitri juga menyinggung adanya konflik kepentingan dalam putusan batasan usia cawapres. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa Anwar Usman merupakan paman Gibran saat menetapkan putusan batas usia cawapres.
Tak lama setelah melakukan putusan perkara tersebut, Anwar Usman ditetapkan telah melanggar etik berat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Ironisnya, putusan MKMK juga dicurigai punya potensi benturan kepentingan. Hal ini lantaran menantu
Ketua MKMK tengah mencalonkan anggota legislatif dari partai koalisi Prabowo-Gibran. Selain itu, anak dari ketua MKMK juga pengurus di partai tersebut.4. Pendapat hukum 9 hakim konstitusi
Bivitri turut menyoroti 9 hakim MK yang terlibat dalam pembahasan perkara judicial review batas usia capres-cawapres. Tiga dari sembilan hakim yang mengabulkan gugatan tersebut adalah Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.
Guntur hamzah tercatat konsisten mengabulkan permohonan mengenai batas usia capres dan cawapres. Ia berpendapat bahwa Gibran yang masih menduduki jabatan wali kota berhak dicalonkan sebagai wakil presiden.
Sebaliknya, ada empat hakim yang menolak uji materi itu secara konsisten. Keempat hakim MK itu adalah Saldi Isra, Arif Hidayat, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo.
Para hakim yang menolak gugatan lantaran memandang bahwa permohonan tersebut seharusnya bukan kewenangan MK.
Hal yang menarik menurut Bivitri adalah tindakan yang dilakukan dua hakim MK lainnya, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic. Keduanya menyampaikan concurring opinion atau pendapat yang bersamaan.
Enny dan Daniel menyatakan bahwa batasan yang bisa mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres, yakni memiliki jabatan sebagai gubernur, bukan wali kota.
Kedua hakim tersebut memiliki alasan yang berbeda, namun kesimpulan yang sama dengan mayoritas putusan. Bivitri menilai bahwa pendapat yang bersifat concurring tersebut lebih dekat dengan yang menolak.
Uniknya, dalam kasus ini pendapat yang bersifat concurring itu malah dikelompokkan sebagai yang mengabulkan.
5. Semua permohonan ditolak, kecuali satu dan sangat spesifik
Bivitri juga memandang bahwa kejanggalan putusan MK bisa dilihat dari banyaknya berkas kasus serupa. Bivitri menyebut dari semua permohonan soal batas usia capres-cawapres selama ini semuanya ditolak, kecuali permohonan dari Almas.
Berdasarkan film Dirty Vote, tercatat bahwa persoalan yang sama itu diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garuda, dan 5 kepala daerah. Akan tetapi, dari persoalan yang sama tersebut, hanya ada satu permohonan yang dikabulkan dan sangat spesifik.
Bivitri mengungkapkan bahwa permohonan Almas pada 12 September 2023 sebenarnya berbunyi, “Berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota."
Permohonan tersebut kemudian diubah saat dikabulkan oleh MK menjadi, “Pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu.”
6. Keputusan langsung berlaku
Keputusan MK mengenai batas usia capres dan cawapres juga langsung berlaku saat itu juga. Hal itu dipandang janggal oleh Bivitri.
Hal ini karena keputusan mengenai batas usia capres dan cawapres tidak ditunda sampai pemilu berikutnya atau beberapa tahun kemudian seperti kebanyakan kasus lainnya.
7. Permohonan didaftarkan kembali pada hari libur
Bivitri mengungkapkan bahwa sebelumnya permohonan Almas Tsaqibirru mengenai batas usia capres dan cawapres sempat dicabut. Proses pencabutan permohonan itu berlangsung pada 29 September 2023.
Namun, permohonan itu kemudian didaftarkan kembali saat hari libur, pada Sabtu, 30 September 2023. Pada hari hari libur itu, Ketua MK ke kantor serta meminta panitera untuk masuk kerja.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy