Menuju konten utama

Profil Saldi Isra & Alasannya Beda Pendapat dengan Putusan MK

Profil dan rekam jejak Saldi Isra, hakim konstitusi yang beda pendapat di putusan MK tentang batas usia Capres-Cawapres.

Profil Saldi Isra & Alasannya Beda Pendapat dengan Putusan MK
Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Saldi Isra adalah satu dari empat hakim konstitusi yang menyatakan beda pendapat (dissenting opinion) atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang sebagian dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).

MK mengabulkan salah satu perkara yang diajukan Almas Tsaqibbirru terkait permohonan untuk menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengenai batas usia Capres-Cawapres.

Dalam putusan yang dibacakan Ketua MK, Anwar Usman, Senin, 16 Oktober 2023, hakim konstitusi menyatakan syarat usia Capres-Cawapres minimal 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum (Pemilu) termasuk pemilihan kepala daerah (Pilkada).

“Artinya, usia di bawah 40 tahun sepanjang pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu (elected officials) seyogianya dapat berpartisipasi dalam kontestasi calon Presiden dan Wakil Presiden," kata Hakim Konstitusi, M. Guntur Hamzah.

Selain Saldi Isra, terdapat 3 hakim yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Mereka adalah Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

Sedangkan dua hakim lainnya mempunyai alasan berbeda (concurring opinion) adalah Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh.

Menurut Saldi Isra, baru kali ini ia merasakan peristiwa aneh yang luar biasa semenjak menjadi hakim konstitusi selama 6,5 tahun. Pasalnya, mahkamah bisa berubah pikiran dalam tempo yang sangat singkat dan jauh dari batas penalaran yang wajar.

"Sejak saya menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," kata Saldi seperti dikutip Antara News.

Dia tidak menampik kalau Mahkamah Konstitusi pernah berubah pendirian dalam memutus sebuah perkara dan membutuhkan waktu beberapa hari. Namun, hal ini tidak terjadi atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, di mana perubahan justru terjadi sangat cepat.

Dia mulai mempertanyakan fakta penting yang sudah membuat mahkamah mengubah pendirian, dari sebelumnya menolak perkara nomor 29-51-55 hingga mengabulkan sebagian perkara nomor 90.

Pada saat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) atas perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 tanggal 19 September 2023, delapan hakim konstitusi hadir, kecuali Ketua MK, Anwar Usman.

Dalam keputusannya, 6 hakim bersikap menolak dan 2 lainnya dissenting opinion. Akan tetapi, terdapat sebagian hakim yang berubah haluan pada saat RPH atas perkara nomor 90-91/PUU-XXI/2023 yang dihadiri seluruh hakim, termasuk Anwar Usman.

Mereka sebelumnya menyatakan perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 merupakan kebijakan hukum terbuka. Kemudian berubah menjadi mengabulkan sebagian perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Jika pendekatan dalam memutus perkara sejenis seperti ini terus dilakukan, saya sangat sangat sangat cemas dan khawatir Mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political questions yang pada akhirnya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik terhadap Mahkamah. Quo vadis Mahkamah Konstitusi?" kata Saldi Isra.

Siapa Saldi Isra dan Bagaimana Sepak Terjangnya?

Saldi Isra dilahirkan di Paninggahan, Solok, Sumatera Barat, pada 20 Agustus 1968. Nama asli pria yang sekarang berusia 55 tahun itu sebenarnya hanya "Sal".

Namun, ditambahi "di" oleh ayahnya pada saat menginjak SD hingga berubah menjadi "Saldi". Ia kemudian menambahkan kata Isra di belakangnya dan sehingga menjadi "Saldi Isra". "Isra" sendiri adalah akronim dari nama bapak dan ibunya: Ismail dan Ratina.

"Jadi ISRA itu bukan saya lahir malam Isra Miraj itu gabungan dari orang tua laki-laki dan perempuan IS itu Ismail dan RA itu Ratina. Jadi Ismali Ratina itu saya improvisasi tanpa izin ke orang tua saya, sudahlah saya buat sendiri saja," kata dia seperti dikutip laman resmi MK.

Setelah menikah dengan Leslie Annisaa Taufik, mereka kini memiliki 3 orang anak, yaitu Wardah A. Ikhsaniah Saldi, Aisyah ‘Afiah Izzaty Saldi, serta Muhammad Haifan Saldi.

Saldi Isra menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Andalas dan lulus pada 1995 dengan predikat Summa Cum Laude lewat IPK 3,86.

Ia sempat menjadi dosen di Universitas Bung Hatta, sebelum diangkat sebagai tenaga pengajar di Universitas Andalas, Padang, sejak 1995 hingga 2017.

Tak hanya itu, Saldi juga menamatkan Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia (2001) dan program doktor di Universitas Gadjah Mada (2009).

Mulai tahun 2010, dirinya dikukuhkan menjadi Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.

Pada 2017, Saldi Isra dilantik sebagai Hakim Konstitusi menggantikan posisi Patrialis Akbar. Pada saat seleksi, ia mengalahkan 2 kandidat lain, yakni Bernard L Tanya (dosen Universitas Nusa Cendana, NTT) serta Wicipto Setiadi (eks Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham).

Profil Singkat Saldi Isra

Berikut profil singkat Saldi Isra:

  • Nama: Saldi Isra
  • Lahir: 20 Agustus 1968, di Paninggahan, Solok, Sumatera Barat
  • Usia: 55 Tahun
  • Istri: Leslie Annisaa Taufik
  • Anak: Wardah A. Ikhsaniah Saldi, Aisyah ‘Afiah Izzaty Saldi, Muhammad Haifan Saldi
Pendidikan:

  • S-1 Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas (1995)
  • S-2 Institute of Postgraduate Studies and Reserch University of Malaya Kuala Lumpur-Malaysia (2001)
  • S-3 Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (2009)
Karier:

  • Dosen Universitas Bung Hatta (1995)
  • Dosen Universitas Andalas (1995-2017)
  • Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand
  • Hakim Konstitusi (2017-sekarang)

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK BATAS USIA CAPRES-CAWAPRES atau tulisan lainnya dari Beni Jo

tirto.id - Politik
Kontributor: Beni Jo
Penulis: Beni Jo
Editor: Alexander Haryanto