Menuju konten utama
Aspek Perkembangan Anak

6 Aspek Perkembangan Anak Usia Dini dan Contohnya

6 aspek perkembangan anak usia dini mencakup moral, fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni. Apa contoh dari masing-masing lingkup tersebut?

6 Aspek Perkembangan Anak Usia Dini dan Contohnya
Ilustrasi anak bermain lumpur, salah satu contoh aspek perkembangan sosial-emosional anak usia dini. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Semua aspek perkembangan anak usia dini harus diamati oleh para orang tua dari waktu ke waktu. Setiap karakter yang muncul pada masa kanak-kanak juga berpotensi menjadi bakat sehingga ibu dan ayah mesti mendukung dan membantu mereka.

Hal itu juga telah menjadi perhatian pemerintah, yang kemudian terwujud dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Dalam regulasi tersebut menjelaskan setidaknya ada 6 aspek perkembangan anak usia dini, meliputi:

  1. Aspek perkembangan moral dan agama;
  2. Aspek perkembangan kognitif;
  3. Aspek perkembangan bahasa;
  4. Aspek perkembangan motorik;
  5. Aspek perkembangan sosial-emosional; dan
  6. Aspek perkembangan seni.

Penjelasan 6 Aspek Perkembangan Anak Usia Dini dan Contohnya

Berikut ini penjelasan terkait enam aspek perkembangan anak usia dini seperti yang disebutkan di atas beserta contohnya.

1. Aspek Perkembangan Moral Anak Usia Dini

Menurut penjelasan Permendikbud di atas, aspek moral dan agama meliputi kemampuan mengenal nilai agama yang dianut, mengerjakan ibadah, berperilaku jujur, penolong, sopan, hormat, sportif, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mengetahui hari besar agama, menghormati, serta toleran terhadap agama orang lain.

Lantas, apakah aspek ini merupakan bawaan sejak lahir?

Pada paruh pertama abad ke-20, sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa moralitas manusia merupakan produk bawaan sejak lahir.

Seiring berjalannya waktu, anggapan tersebut dipatahkan melalui beberapa penelitian ilmiah. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Gottlieb G. pada 1991, melalui jurnalnya berjudul "Experiential Canalization of Behavioral Development".

Gottlieb menjelaskan, semua transisi perkembangan manusia melibatkan proses genetik, seluler, saraf, perilaku, dan lingkungan. Artinya, karakteristik apapun sukar terbentuk dan berkembang tanpa pengaruh eksternal, termasuk lingkungan.

Aspek perkembangan moral anak usia dini terbentuk melalui interaksi timbal balik dengan lingkungannya.

Pandangan ini didukung oleh bukti bahwa dalam tahap perkembangan bayi, ada banyak pengalaman yang relevan secara moral sejak awal kehidupan. Pengalaman itulah yang memengaruhi kemampuan anak usia dini, contohnya, ketika membedakan perilaku jahat dan tidak.

Contoh lain dapat dilihat ketika ibu atau ayah mengajarkan anak untuk menjadi dermawan, suka tolong menolong, dan berempati pada orang lain. Mengajarkan anak untuk beribadah juga termasuk salah satu aspek dalam perkembangan moral, terutama dalam keluarga agamis.

2. Aspek Fisik-Motorik Anak Usia Dini

Pada dasarnya, pertumbuhan anak usia dini cenderung lebih cepat dibanding pada perkembangan fisik pada usia remaja. Di usia 2 sampai 6 tahun, tinggi badan anak cenderung tumbuh sekitar 3 inci (7,6 cm) per tahun. Sementara itu, berat badannya bertambah sekitar 1,8-2,2 kilogram.

Namun, pertumbuhan fisik tersebut tergolong lebih lambat jika dibandingkan pada masa bayi. Sebab, pada rentang usia itu, anak cenderung berkurang nafsu makannya.

Perkembangan motorik anak usia dini juga menjadi aspek yang harus diperhatikan, selain fisik. Salah satunya dapat terlihat pada sektor koordinasi kelompok otot yang lebih besar dan presisi pada usia 2-5 tahun.

Dengan demikian, rerata anak usia 2 tahun sudah bisa berlari dengan koordinasi lebih baik dibanding saat balita.

Memasuki usia 3, anak biasanya sudah bisa mengayuh sepeda beroda tiga. Setahun kemudian, motorik halus mereka juga akan berkembang. Misalnya, anak usia dini sudah tidak kesulitan mengenakan pakaian sendiri.

Keterampilan motorik anak usia dini akan terus berkembang hingga masa kanak-kanak menengah. Namun, kasus keterlambatan perkembangan anak juga perlu diperhatikan dalam prosesnya.

Aspek fisik-motorik secara umum meliputi tiga hal, yakni:

  • Motorik kasar, yang terdiri atas kemampuan gerakan tubuh secara terkoordinasi, lentur, seimbang, lincah, lokomotor, non-lokomotor, dan mengikuti aturan.
  • Motorik halus, yang mencakup kemampuan dan kelenturan menggunakan jari dan alat untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan diri dalam berbagai bentuk.
  • Kesehatan dan perilaku keselamatan, berupa berat badan, tinggi badan, lingkar kepala sesuai usia serta kemampuan berperilaku hidup bersih, sehat, dan peduli terhadap keselamatannya.

3. Aspek Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Berdasarkan Permendikbud tentang pendidikan anak usia dini yang telah disebutkan di atas, aspek perkembangan kognitif mencakup tiga poin penting, yakni:

  • Belajar dan pemecahan masalah, mencakup kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dengan cara fleksibel dan diterima sosial serta menerapkan pengetahuan atau pengalaman dalam konteks yang baru.
  • Berpikir logis, mencakup berbagai perbedaan, klasifikasi, pola, berinisiatif, berencana, dan mengenal sebab-akibat.
  • Berpikir simbolik, mencakup kemampuan mengenal, menyebutkan, dan menggunakan konsep bilangan, mengenal huruf, serta mampu merepresentasikan berbagai benda dan imajinasinya dalam bentuk gambar.
Salah satu teori perkembangan kognitif anak usia dini yang paling terkenal adalah yang dicetuskan oleh Jean Piaget.

Piaget melakukan penelitian jangka panjang terkait hal itu, yakni pada rentang 1927-1980. Hasilnya, ia menyimpulkan bahwa ada sejumlah tahapan perkembangan kemampuan intelektual individu.

Kemudian, Piaget merumuskan empat tahapan perkembangan kognitif anak, meliputi:

  1. Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun)

    Pada tahap ini, anak baru bisa menangkap objek di sekitarnya melalui indera sensorimotorik. Misalnya, melihat ibunya yang sedang menyapu, ayahnya berjalan melewatinya, dan lain sebagainya.

  2. Tahap pra-operasional (2-7 tahun)

    Anak sudah mulai memahami realitas dengan simbol. Namun, sistem berpikirnya masih belum terorganisasi, konsisten, sistematis, dan logis.

  3. Tahap operasional konkret (7-11 tahun)

    Pada tahap operasional konkret, menurut teori perkembangan kognitif Piaget, anak sudah cukup mampu menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat itu.

    Contohnya dapat dilihat ketika sang ibu memberikan tiga mobil-mobilan dengan warna berbeda. Anak pada usia 7-11 sudah mampu mengidentifikasi salah satu warna mobil, misalnya, biru. Akan tetapi, mereka belum mampu mengambil kesimpulan yang lebih kompleks.

  4. Tahap operasional formal (11-16 tahun)

    Pada tahap ini, anak usia dini sudah mampu berpikir abstrak dan mengembangkan hipotesis secara logis. Ia mampu memecahkan masalah dengan cara memberikan argumen.

4. Aspek Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

Lingkup perkembangan bahasa anak usia dini menurut Permendikbud mencakup tiga hal yakni pemahaman bahasa reseptif, mengekspresikan bahasa, dan keaksaraan.

  • Poin terkait pemahaman bahasa reseptif meliputi kemampuan memahami cerita, perintah, aturan, menyukai, dan menghargai bacaan.
  • Tahap perkembangan mengekspresikan bahasa meliputi beberapa hal yakni kemampuan bertanya, menjawab pertanyaan, berkomunikasi secara lisan, menceritakan kembali yang diketahui, belajar bahasa pragmatik, mengekspresikan perasaan, ide, dan keinginan dalam bentuk coretan.
  • Keaksaraan yang dimaksud di sini terdiri atas pemahaman terhadap hubungan bentuk dan bunyi huruf, meniru bentuk huruf, serta memahami kata dalam cerita.
Perkembangan bahasa anak usia dini berbeda-beda bergantung pada usianya. Bahkan, penelitian para ahli menyebutkan bahwa kemampuan berbahasa pada masa kanak-kanak ditentukan oleh gender. Anak perempuan cenderung lebih cepat bicara dibanding laki-laki.

Perbedaan tingkat perkembangan bahasa ini berhubungan dengan peningkatan bagian otak yang berhubungan dengan komunikasi. Letaknya berada di area temporal.

Di sisi lain, situs resmi Stanford Medicine menjabarkan beberapa contoh perkembangan bahasa anak usia dini berdasarkan umur yang terdiri atas:

Usia Karakteristik
Anak usia 0-5 bulan
  • Bersahut-sahutan
  • Vokalisasi kesenangan dan ketidaksenangan terdengar berbeda, misalnya, tertawa, cekikikan, menangis, atau rewel
  • Bersuara saat diajak bicara
Usia 6-11 bulan
  • Memahami ucapan, 'tidak-tidak'.
  • Ocehan, misalnya dengan mengucapkan ba-ba-ba.
  • Mengatakan, "ma-ma" atau "da-da" tanpa arti
  • Mencoba berkomunikasi dengan tindakan atau gerak tubuh
  • Mencoba mengulang suara yang dikeluarkan orang lain
  • Mengatakan kata pertama
12-17 bulan
  • Menjawab pertanyaan sederhana secara nonverbal
  • Mengatakan 2 sampai 3 kata untuk melabeli seseorang atau objek. Namun, pengucapannya mungkin belum jelas.
  • Mencoba meniru kata-kata sederhana
  • Kosakata 4 sampai 6 kata
18-23 bulan

  • Kosakata 50 kata, meskipun pengucapannya masih belum jelas
  • Meminta makanan umum dengan nama
  • Menirukan suara binatang seperti, moo.
  • Mulai menggabungkan kata-kata. Misalnya, dengan mengucapkan, "minta susu banyak!"
  • Mulai menggunakan kata ganti. Misalnya dengan mengucapkan 'milikku'.
  • Menggunakan frasa 2 kata
2-3 tahun

  • Mengetahui beberapa konsep spasial, seperti 'di dalam' dan 'di atas'
  • Tahu kata ganti seperti 'kamu', 'aku', atau 'dia'.
  • Tahu kata-kata deskriptif seperti 'besar' atau 'bahagia'.
  • Menggunakan kalimat dengan penggabungan 3 kata
  • Ucapan menjadi lebih akurat, tetapi mungkin masih meninggalkan bunyi akhir. Orang asing mungkin tidak dapat memahami banyak dari apa yang dikatakan.
  • Menjawab pertanyaan sederhana
  • Mulai menggunakan lebih banyak kata ganti, seperti 'kamu' atau 'aku'
  • Menggunakan infleksi pertanyaan untuk menanyakan sesuatu, seperti "bolaku?"
  • Mulai menggunakan bentuk jamak seperti 'sepatu' atau 'kaus kaki', dan kata kerja bentuk lampau biasa, misalnya, 'melompat'.
3-4 tahun

  • Mengelompokkan objek, seperti makanan atau pakaian
  • Mengidentifikasi warna
  • Menggunakan sebagian besar bunyi ucapan, tetapi dapat mendistorsi beberapa bunyi yang lebih sulit, seperti l, r, s, sh, ch, y, v, z, th. Suara-suara ini mungkin tidak sepenuhnya dikuasai sampai usia 7 atau 8 tahun.
  • Menggunakan konsonan di awal, tengah, dan akhir kata. Beberapa konsonan yang lebih sulit mungkin terdistorsi, tetapi upaya untuk mengatakannya
  • Orang asing dapat memahami banyak dari apa yang dikatakan
  • Mampu mendeskripsikan penggunaan objek seperti 'garpu' atau 'mobil'
  • Bersenang-senang dengan bahasa; menikmati puisi dan mengenali absurditas bahasa, seperti, "Apakah itu gajah di kepalamu?"
  • Mengungkapkan ide dan perasaan daripada hanya berbicara tentang dunia di sekitarnya
  • Menggunakan kata kerja berimbuhan seperti 'berjalan' atau 'berbicara'.
  • Menjawab pertanyaan sederhana, seperti "Apa yang Anda lakukan saat lapar?"
  • Mengulangi kalimat
4-5 tahun

  • Memahami konsep spasial seperti 'di belakang' atau 'di depan'
  • Memahami pertanyaan kompleks
  • Ucapan dapat dimengerti, tetapi membuat kesalahan saat mengucapkan kata-kata yang panjang, sulit, atau rumit.
  • Menggunakan beberapa kata kerja bentuk lampau tidak beraturan.
  • Menjelaskan cara melakukan sesuatu, seperti melukis gambar
  • Daftar item yang termasuk dalam kategori, seperti hewan atau kendaraan
  • Menjawab pertanyaan. 'mengapa'.
5 tahun

  • Memahami urutan waktu (misalnya, apa yang terjadi pertama, kedua, atau ketiga)
  • Melakukan serangkaian 3 arah
  • Memahami rima
  • Terlibat dalam percakapan
  • Panjang kalimat bisa 8 kata atau lebih
  • Menggunakan kalimat majemuk dan kompleks
  • Menjelaskan objek
  • Menggunakan imajinasi untuk membuat cerita

5. Aspek Perkembangan Sosial-Emosional Anak Usia Dini

Perkembangan sosial-emosional anak usia dini terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun, yang memungkinkannya membangun hubungan saling percaya dengan orang lain, mengekspresikan emosi, dan menjadi mandiri.

Dalam jurnal yang ditulis Dawn Askeland berjudul "Social Emotional Development in Early Childhood" (2019) dijelaskan, setidaknya ada tiga elemen utama yang memengaruhi perkembangan sosial-emosional anak usia dini. Tiga elemen tersebut yakni tekanan akademik, penggunaan teknologi, dan waktu luang yang terbatas.

Pendidikan di sekolah, menurut penjelasan Dawn Askeland, tidak hanya harus berkaitan dengan psikomotorik dan kognitif. Aspek sosial-emosional anak juga harus dilatih, baik melalui kurikulum yang terstruktur maupun permainan yang dibuat guru.

United Nations Children's Fund (UNICEF) mencatat bahwa perkembangan sosial-emosional anak usia dini sangat penting untuk mengelola interaksi sosial di masa depan. Karenanya, organisasi internasional yang berfokus pada anak-anak tersebut mendukung program pengembangan kemampuan dasar manusia itu sejak prasekolah.

Contoh cara pengembangan kemampuan sosial-emosional anak usia dini di antaranya melalui permainan, menceritakan sesuatu secara lisan, belajar kelompok, serta penerapan kurikulum formal di sekolah.

Di Indonesia, perumusan terkait perkembangan sosial-emosional anak usia dini telah dilakukan. Melalui Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 dijabarkan beberapa poin penting yang harus dicapai terkait aspek sosial-emosional, meliputi:

  • Kesadaran diri, terdiri atas memperlihatkan kemampuan diri, mengenal perasaan sendiri dan mengendalikan diri, serta mampu menyesuaian diri dengan orang lain.
  • Rasa tanggung jawab untuk diri dan orang lain, mencakup kemampuan mengetahui hak-haknya, mentaati aturan, mengatur diri sendiri, serta bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan sesama.
  • Perilaku prososial, mencakup kemampuan bermain dengan teman sebaya, memahami perasaan, merespon, berbagi, serta menghargai hak dan pendapat orang lain; bersikap kooperatif, toleran, dan berperilaku sopan.

6. Aspek Perkembangan Seni Anak Usia Dini

Salah satu karakteristik anak usia dini adalah eksploratif dan imajinatif. Eksplorasi yang dilakukan si kecil tidak hanya berkaitan dengan aspek kognitif melainkan juga kesenian.

Hal itu dapat terlihat ketika anak Anda bermain. Misalnya, mereka menggunakan tanah liat untuk mewarnai di kertas. Upaya artistik secara mandiri ini tidak hanya menyenangkan bagi anak, tetapi juga mendidik.

Cara untuk mengembangkan dan mendukung proses pengembangan seni anak dapat dilakukan dengan memberikan timbal balik.

Terkadang anak usia dini kesulitan mendeskripsikan sesuatu yang dilakukannya. Untuk itu, Anda sebagai orang tua sebaiknya tidak meminta mereka secara gamblang untuk menjelaskan apa yang dikerjakannya.

Berikut beberapa tips yang direkomendasikan untuk mengembangkan kreativitas anak di bidang seni, menurut situs resmi Michigan State University:

  1. Tirulah anak Anda. Alih-alih menilai seberapa bagus gambar yang dibuat anak Anda, misalnya, lebih baik menirukan apa yang sedang ia kerjakan.
  2. Memberikan pilihan. Sebelum anak mewarnai, misalnya, orang tua bisa mengumpulkan beberapa bahan seperti cat, pensil, kapur tulis, krayon, pastel minyak, dan pensil warna. Kemudian, biarkan mereka memilih bahan yang hendak dipakainya.
  3. Dukung dan jangan menjadi pemimpin. Usahakan orang tua tidak mendikte anak saat melakukan sesuatu, terutama yang berkaitan dengan seni.
  4. Biarkan anak mengeksplorasi. Daripada ikut campur dan cenderung mendikte, lebih baik membiarkan anak bereksperimen, mengeksplorasi, dan berimajinasi. Anda hanya perlu memastikan anak dalam kondisi aman.
  5. Fokus pada proses, bukan hasil. Mendorong anak usia dini dalam pekerjaan seni yang tidak terstruktur membuat mereka lebih termotivasi. Anak-anak dapat mengeksplorasi dengan bebas tanpa khawatir dinilai oleh orang lain, terkait seberapa bagus karyanya.
  6. Aspek perkembangan seni meliputi kemampuan mengeksplorasi dan mengekspresikan diri, berimajinasi dengan gerakan, musik, drama, dan beragam bidang seni lainnya (seni lukis, seni rupa, kerajinan), serta mampu mengapresiasi karya seni, gerak dan tari, serta drama.

Baca juga artikel terkait NEW TIMELESS atau tulisan lainnya dari Fadli Nasrudin

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Fadli Nasrudin
Editor: Iswara N Raditya