tirto.id - Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat menyatakan jumlah aparatur sipil negara (ASN) yang terpapar COVID-19 bertambah dari sekitar 300 orang menjadi 400 orang.
Kepala BKPSDM Pemkot Bandung Adi Junjunan Mustafa mengatakan peningkatan itu tercatat pada Selasa (29/6) pagi. Namun angka tersebut, kata dia, belum termasuk dengan pegawai non-ASN.
"Makanya pimpinan melihat ini sudah urgent untuk pengosongan dulu," kata Adi di Bandung, Selasa (29/6/2021) dilansir dari Antara.
Menurutnya, ASN yang paling banyak terpapar yakni yang bidangnya bersinggungan langsung dengan publik dan pasien COVID-19. Di antaranya yakni pegawai di rumah sakit dan juga petugas Satpol PP.
"Angka yang paling tinggi itu di Dinkes, di RSUD, RSKIA, RSGM, dan di Satpol PP juga," kata dia.
Sejauh ini pihaknya pun masih mendata berapa jumlah pegawai Non ASN yang juga turut terpapar COVID-19 di lingkungan Pemkot Bandung.
Selain itu, pemkot Bandung juga menutup sementara Balai Kota Bandung dan sejumlah kantor dinas lainnya yang berada di lingkungan Pemkot Bandung. Penutupan itu dilakukan hingga 5 Juli 2021.
Meski begitu, sejumlah fasilitas pelayanan yang bersinggungan langsung dengan publik masih berjalan normal. Berdasarkan surat edaran, Wali Kota pun meminta untuk menerapkan bekerja dari rumah sebanyak 75 persen.
Merujuk situs covid19.bandung.go.id, per Selasa 29 Juni 2021 menunjukkan jumlah total kasus positif COVID-19 di Kota Bandung sebanyak 24.001 yang terdiri dari 2.587 kasus aktif, 20.978 kasus sembuh, serta 436 kasus meninggal dunia.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil atau Kang Emil menegaskan bahwa penanganan COVID-19 di Jabar sampai saat ini belum memberlakukan status "lockdown" atau PSBB dan Satgas COVID-19 Jabar masih fokus pada pengetatan PPKM Mikro.
“Kita tidak ada wacana lockdown atau PSBB karena kewenangan itu ada di pemerintah pusat. Jadi kita ikuti arahan pemerintah fokus pada PPKM Mikro,” ujar Kang Emil di Bandung, Senin (29/6/2021).
Kalaupun mau ada kebijakan lockdown, kata Kang Emil, maka itu dilakukan per RT atau per desa jadi tidak berbasis kota atau kabupaten dulu.