tirto.id - Sebanyak 40 desa di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, terdampak erupsi dahsyat Gunung Lewotobi Laki-laki pada Selasa sore, 17 Juni 2025 lalu.
Desa yang terdampak ini menyebar pada empat kecamatan. Antara lain terdiri dari Kecamatan Mapitara sebanyak empat desa, Kecamatan Doreng pada sembilan desa, Kecamatan Waiblama pada tujuh desa, dan paling banyak di Kecamatan Talibura dengan 20 desa.
Menurut data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sikka, 40 desa di empat kecamatan mengalami dampak langsung maupun tidak langsung akibat paparan abu vulkanik.
Dampak dari abu vulkanik telah mengganggu aktivitas warga, mencemari sumber air bersih, dan merusak lahan pertanian.
Pemerintah Kabupaten Sikka secara resmi menetapkan status Tanggap Darurat Bencana terhitung sejak Kamis (19/6/2025) sampai dengan 2 Juli 2025.
Penetapan status tanggap darurat ini tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Sikka Nomor 318/HK/2025 yang ditandatangani Bupati Sikka, Juventus Prima Yoris Kago. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa status tanggap darurat berlaku selama 14 hari ke depan.
Bupati Sikka, Juventus Prima Yoris Kago, mengatakan saat ini intensintas debu vulkanik masih tinggi dan kebutuhan yang sangat diperlukan warga adalah masker, air bersih, dan bahan makanan.
"Kita bersyukur tidak ada korban jiwa sama sekali. Warga sudah beraktivitas tapi debu vulkanik masih sangat tinggi. BPBD sudah menyiapkan untuk bantuan air bersih dengan menaruh profil tank," ujarnya saat meninjau warga terdampak erupsi di Desa Kringa, Kecamatan Talibura, Rabu (18/6/2025).
Juventus berterima kasih atas gerak cepat tanggap darurat dari BPBD Sikka, Polres Sikka, PMI Sikka dan Caritas Keuskupan Maumere untuk membantu warga Sikka yang terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.
Sebelumnya, Camat Talibura, Lazarus Gunter, mengungkapkan bahwa erupsi hebat yang terjadi pada Selasa (17/6/2025) sore itu menyemburkan pasir dan belerang hingga mencapai ketinggian lebih dari 10 ribu meter.
Dampak yang paling dirasakan warga adalah krisis air bersih dan gangguan pernapasan akibat hujan pasir dan sebaran debu vulkanik.
"Pasir menumpuk di atap rumah warga. Air bersih jadi langka karena banyak sumber air tercemar, dan warga mulai alami gangguan pernapasan," kata Gunter saat dikonfirmasi, pada Kamis (19/6/2025).
Sejak Rabu (18/6/2025), warga di lima desa terdampak sibuk membersihkan atap rumah yang tertutup pasir dengan cara menyapu dan menyiram. Untuk mencegah risiko kesehatan, Puskesmas Boganatar telah mendistribusikan masker kepada warga sejak hari sebelumnya.
Menyikapi krisis air bersih, Gunter menyebut pihak kecamatan bersama para kepala desa telah menyepakati pengadaan air bersih sementara oleh pemerintah desa.
“Pemerintah desa siap mengadakan air bersih dan menyalurkannya kepada warga yang membutuhkan,” jelasnya.
Selain dari pemerintah desa, bantuan juga datang dari Caritas Keuskupan Maumere. Sejak Rabu kemarin, tim Caritas telah tiba di Boganatar dan langsung menyalurkan bantuan berupa masker, makanan, obat-obatan, serta kebutuhan dasar lainnya kepada warga terdampak.
Untuk warga yang mengalami gangguan kesehatan serius, Gunter menjelaskan bahwa sebanyak 23 orang telah dievakuasi dari Puskesmas Boganatar ke Rumah Kesehatan Alternatif (RKA) Maumere. Sementara itu, satu pasien dari Puskesmas Watubaing dirujuk ke Puskesmas Waigete.
Meski aktivitas Gunung Lewotobi Laki-Laki telah menurun sejak Rabu (18/6/2025), pemerintah mengimbau warga tetap waspada. Pemantauan terus dilakukan oleh pihak kecamatan dan desa, sambil menunggu langkah-langkah pemulihan dari pemerintah kabupaten.
“Warga kami imbau tidak lengah. Kami tetap lakukan pengawasan dan koordinasi dengan Pemkab untuk tindakan pemulihan, rehabilitasi, maupun pendampingan ke depan,” ujar Gunter.
Penulis: Mario Wihelmus PS
Editor: Siti Fatimah