tirto.id - Tiga seniman teater ditikam saat tampil di sebuah pertunjukkan yang digelar di Riyadh, ibukota Arab Saudi pada Senin (11/11/2019).
Korban penusukan itu adalah dua orang pria dan satu perempuan yang berasal dari luar negeri, namun tidak disebutkan secara rinci kewarganegaraan mereka.
BBC mewartakan, pelaku, yang diduga adalah orang Arab, naik ke panggung dengan sebuah pisau di tangan dan menusuk para korban.
Salah satu pemain di panggung berhasil menangkapnya. Polisi kini sudah mengamankan pelaku dan menyegel area kejadian.
Motif penyerangan tersebut hingga saat ini juga belum dapat diketahui. Okaz, salah satu media pemerintah Arab Saudi, mengidentifikasi korban sebagai seorang dengan kewarganegaraan Yaman berusia 33 tahun.
Saat ini, para korban sudah dalam kondisi stabil, dan proses investigasi masih terus berlanjut.
Pertunjukkan yang digelar di King Abdullah Park ini diadakan setelah pemerintah Arab Saudi, melalui Putra Mahkota, Mohammed bin Salman (MBS) melonggarkan aturan hiburan untuk kepentingan pariwisata.
King Abdullah Park adalah salah satu tempat diselenggarakannya acara-acara hiburan di Riyadh, yang menggelar Festival hiburan selama dua bulan berturut-turut.
MBS melakukan reformasi sosial dengan mengizinkan digelarnya konser, membuka kembali bioskop, dan menghapus larangan mengemudi bagi perempuan.
Sejak reformasi tersebut, banyak artis internasional menggelar konser di Arab Saudi, seperti grup asal Korea BTS, penyanyi Janet Jackson, dan rapper 50 Cent.
Konser-konser dan hiburan tersebut sangat populer di kalangan anak muda Arab Saudi.
Namun reformasi tersebut mengundang kemarahan dari para konservatif, termasuk ulama garis keras dan polisi moral Arab Saudi yang seringkali menertibkan pelanggaran moral di tempat-tempat umum.
Awal tahun lalu, The Guardian melaporkan, penangkapan akademisi religius, Omar Al-Muqbil setelah ia memprotes otoritas kesenian dan hiburan Arab Saudi karena menggelar konser semacam itu, dikritik oleh kelompok hak asasi manusia.
Al-Muqbil menyebut konser-konser hiburan seperti itu akan menghapus identitas asli masyarakat Arab Saudi.
"Kaum liberal dan konservatif di kerajaan berada di jalur tabrakan dan itu mungkin yang paling membuat pemimpin Saudi khawatir," kata Quentin de Pimodan, seorang pakar Arab Saudi di Lembaga Penelitian Eropa untuk Studi Amerika dan Eropa, dikutip oleh Aljazeera.
"Setelah serangan ini, kita harus bersiap akan datangnya aksi yang lebih tajam dari mereka yang menentang reformasi hiburan Saudi," tambahnya.
Mengembangkan sektor pariwisata dan hiburan adalah salah satu proyek MBS yang dituangkan dalam Vision 2030 yang dicanangkan guna mempersiapkan Arab Saudi dalam menghadapi era berakhirnya kejayaan minyak mentah.
MBS menyampaikan bahwa ia ingin Arab Saudi berhenti bergantung pada produksi minyak mentah dalam perekonomiannya.
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Nur Hidayah Perwitasari