tirto.id - Masalah pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta menjadi tantangan yang harus bisa diselesaikan oleh siapapun yang akan terpilih menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Yogyakarta.
Salah satu isu utama yang mencuat dalam dialog terbuka di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Kota Yogyakarta, Selasa (19/11/2024) adalah beban berat pengelolaan sampah di hilir, terutama dari sektor hotel dan restoran.
Dalam sesi dialog, Adi perwakilan dari Lingkar Keadilan Ruang menyoroti beban berat hilir dalam pengelolaan sampah, terutama dari sektor hotel dan restoran. Adi mengungkapkan Yogyakarta memiliki sekitar 1.900 hotel, namun hanya satu yang telah menyelesaikan pengelolaan sampah secara mandiri.
Lonjakan volume sampah saat liburan, seperti saat lebaran, mencapai hingga 200 ton per hari, setengahnya berasal dari sektor ini.
“Ini yang kemudian tidak pernah disentuh. Bagaimana kemudian tanggung jawab korporasi?” ujar Adi.
Pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Yogyakarta nomor urut 1, Heroe Poerwadi-SW Supena, menekankan pentingnya fokus pada hilir dalam menyelesaikan masalah sampah.
Heroe mengatakan perlunya investasi pada mesin pengelola sampah, yang saat ini baru tiga unit tersedia di Kota Yogyakarta. Kapasitas ketiganya hanya mencakup 150 ton dari total 300 ton sampah harian.
“Mungkin terkait dengan kebijakan anggaran, memang berkali-kali kita sampaikan bahwa prioritas APBD 2025 itu untuk penutasan masalah sampah, berapapun biayanya,” kata Heroe.
Selain itu, Heroe berjanji memberikam insentif bagi RT/RW yang mampu mengurangi volume sampah serta menginisiasi penambahan kader khusus pengelolaan sampah di tingkat kelurahan, ia menyebut program jumilah-jumangkut (juru memilah-juru mengangkut).
Paslon nomor urut 2, Hasto Wardoyo, mengusulkan edukasi masyarakat dan pelibatan warga dalam pengelolaan sampah, termasuk memastikan industri dan perusahaan turut bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah.
Namun, mereka menekankan bahwa tanggung jawab utama tetap pada pemerintah. Hasto mengatakan akan memanfaatkan mesin incinerator yang sudah tersedia (3 unit) dan dana insentif daerah untuk meningkatkan kapasitas.
"Saya sepakat bahwa tentu perhatian kita jangan terus menekan pada warga yang terus menerus seolah-olah disalahkan membuat sampah atau mengeluarkan sampah yang tidak benar, tapi justru industri dan perusahaan yang juga harus kita ajak bersama-sama," ujar Hasto.
Sementara itu, paslon nomor urut 3, Singgih-Ratih, mengusulkan pendekatan darurat 100 hari untuk menangani sampah yang sudah terlanjur menumpuk. Afnan-Singgih menilai perlunya mendorong industri untuk lebih bertanggung jawab melalui kebijakan insentif/disinsentif.
Komunitas warga lain, seperti Generasi Cinta Bumi mendesak calon wali kota untuk membuat peta jalan yang konkret dan mengalokasikan anggaran yang cukup untuk pengelolaan hilir. Pendekatan inklusif yang melibatkan sektor swasta, masyarakat, dan pemerintah dinilai menjadi kunci keberhasilan.
Marta dari Generasi Cinta Bumi menekankan pentingnya perubahan paradigma agar pelaku industri tidak hanya mendulang profit tetapi juga bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan.
Marta mengatakan, “Yang kami tahu hanya sekitar 1,9 persen, itu dana yang dialokasikan untuk pengelolaan sampah. Kalau itu diterus-teruskan, saya yakin sampai tahun kapanpun, masalah sampah tidak akan pernah selesai.”
Menanggapi hal ini, usulan moratorium pembangunan hotel dan penginapan baru kembali digaungkan oleh komunitas warga sebagai langkah untuk mengatasi persoalan sampah secara sistematis. Adi dari Lingkar Keadilan Ruang menegaskan bahwa tanpa moratorium, upaya pengurangan sampah akan terus terhambat oleh peningkatan volume dari sektor industri pariwisata.
“Kita mempunyai alokasi anggaran 100 juta per RW. Sementara bank sampah itu ada di 616 sehingga anggaran Rp100 juta itu bisa dioptimalkan untuk turut membiayai bank sampah yang ada di RW-RW,” ujar Singgih.
Penulis: Dina T Wijaya
Editor: Bayu Septianto