Menuju konten utama

28 Provinsi di Indonesia Disebut Jadi Endemis Kaki Gajah

Penderita kaki gajah di Indonesia meningkat, terdapat 28 provinsi yang menjadi endemis kaki gajah.

28 Provinsi di Indonesia Disebut Jadi Endemis Kaki Gajah
Dosen Fakultas Biologi UGM Rr. Upiek Ngesti Wibawaning Astuti menyebutkan, penyakit kaki gajah hampir dapat dijumpai di semua wilayah Indonesia. foto/rilis ugm

tirto.id - Penderita kaki gajah atau filariasis di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun dan setidaknya terdapat 28 provinsi yang menjadi endemis kaki gajah.

Demikian disampaikan Dosen Fakultas Biologi UGM Rr. Upiek Ngesti Wibawaning Astuti melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (15/10/2019).

Ia menyebutkan, penyakit kaki gajah dapat dijumpai hampir di semua wilayah Indonesia.

“Jumlah penderitanya juga terus meningkat, data per Oktober 2018 tercatat lebih dari 14 ribu penderita kaki gajah di Indonesia,” ujar Upiek.

Upiek mengatakan, penyakit kaki gajah ditularkan oleh nyamuk yang terinfeksi cacing Wuchereria brancofti dan nyamuk Culex quinquefasciatus Say merupakan salah satu vektor penular kaki gajah.

Hal itu berdasarkan penelitian disertasi terkait eko-biologis nyamuk culex vektor kaki gajah yang dilakukan Upiek dengan membuat kajian distribusi, perilaku, ekologi, keragaman genetik dan profil protein nyamuk Cx. quinquefasciatus di daerah endemis filariasis.

Kota dan kabupaten Pekalongan serta Kota dan kabupaten Semarang, Jawa Tengah adalah lokasi yang dipilih sebagai daerah penelitian karena menjadi daerah endemis tinggi kaki gajah.

Penelitian dilakukan dengan mengoleksi nyamuk di daerah sampling dengan metode landing biting.

Dari uji Kruskal Wallis di 4 lokasi sampling diketahui jika habitat tempat perindukan nyamuk Cx. quinquefasciatus di Kota dan Kabupaten Pekalongan serta Kota dan Kabupaten Semarang cenderung menunjukkan persamaan, meskipun berada di wilayah yang berbeda.

Di ke-4 lokasi tersebut dapat ditemukan nyamuk Cx. quinquefasciatus dengan aktivitas biting dan resting yang berbeda baik periode waktu maupun jumlah individunya.

“Parameter lingkungan yang terukur, suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin berpengaruh nyata terhadap aktivitasnya,” terang Upiek.

Upiek menjelaskan, dengan similaritas yang rendah yakni 20 persen, sebanyak 945 karakter genetik telah teridentifikasi dari ke-4 lokasi koleksi di mana pada pemeriksaan parasitologis nyamuk menunjukkan hasil negatif terhadap W. bancrofti.

Sementara dari tempat perindukan nyamuk Cx. quinquefasciatus di keempat lokasi kajian secara ekologis menunjukkan persamaan, dan nyamuk menunjukkan variasi genetik yang tinggi dengan polimorfisme yang mencapai 100 persen.

Keberadaan molekul protein cecropin, defensin dan transferin, tambahnya, mengindikasikan adanya respons biologis nyamuk terhadap infeksi cacing W. bancrofti.

“Ini kemungkinan bisa menjadi indikator keberhasilan program pengobatan masal,” tukas Upiek.

Baca juga artikel terkait PENYAKIT KAKI GAJAH

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Siaran Pers
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Agung DH