tirto.id - Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Farid Moeloek mengatakan bahwa pemerintah menargetkan bahwa Indonesia terbebas dari penyakit kaki gajah pada 2020. Menurut Menkes, sampai sejauh ini sudah ada 13 kabupaten/kota di Indonesia yang berhasil mengeliminasi penyakit kaki gajah tersebut.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa, mengatakan pemerintah memberikan obat pencegahan penyakit kaki gajah dalam program Bulan Eleminasi Kaki Gajah (Belkaga) setiap Oktober.
"Obat disediakan oleh pemerintah diberikan secara gratis untuk penduduk di daerah endemis," kata Jane.
Jane mengatakan pemerintah menargetkan pada tahun 2020 semua kabupaten-kota endemis filariasis sudah diberikan obat pencegahan masal.
"Kita harap semua Pemda kompak jangan ada yang menolak, berkomitmen semua minum obat," kata Jane.
Kampanye Belkaga pada Oktober dilakukan setiap tahun dan dilakukan selama lima tahun berturut-turut. Obat tersebut berfungsi sebagai pencegahan bagi yang belum terinfeksi dan untuk membunuh cacing filaria bagi yang sudah terinfeksi.
Penyakit kaki gajah disebabkan oleh infeksi cacing filaria pada tubuh manusia yang ditularkan melalui gigitan nyamuk.
Cacing filaria tumbuh di dalam tubuh manusia dan baru menimbulkan efek lima tahun setelah menginfeksi manusia. Cacing filaria dewasa hidup di saluran dan kelenjar getah bening, sementara anak cacing atau microfilaria berada di dalam darah.
Seperti namanya, penyakit kaki gajah menimbulkan pembengkakan pada setiap bagian tubuh manusia, umumnya di kaki dan bisa menjadi sangat besar seperti kaki gajah.
Cacing filaria jenis "brugia timori" menyebabkan pembengkakan di daerah bawah lutut dan bawah siku. Sementara cacing jenis "wuchereria bancrofti" bisa menyebabkan pembengkakan di seluruh kaki, seluruh lengan, pada alat kelamin, dan payudara.
Kecacatan akibat pembengkakan ini bersifat permanen dan sulit diobati bila sudah pada stadium lanjut.
Peneliti dari Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Dr Dra Taniawati Supali menyatakan tindakan operasi hanya bisa dilakukan pada pembengkakan pada stadium awal.
"Yang sudah seperti kaki gajah itu tidak ada operasi yang bisa kita lakukan karena saluran limpanya rusak. Yang hanya bisa dioperasi kalau masih awal-awal," kata Tania.
Profesor Taniawati Supali menjelaskan beberapa mitos atau anggapan yang kerap ada di masyarakat tentang obat pencegahan kaki gajah dan fakta-fakta sebenarnya.
Tania mengatakan, salah satu masalah dalam program Bulan Eliminasi Kaki Gajah (Belkaga) dari pemerintah yang memberikan obat untuk pencegahan penyakit kaki gajah atau filariasis ialah pemahaman masyarakat.
"Susahnya itu supaya masyarakat makan obat. Karena ini kan bila sudah terkena cacatnya menetap," kata Tania.
Obat hanya untuk yang sakit
Ada anggapan masyarakat yang menyatakan bahwa yang seharusnya meminum obat ialah orang yang sudah berdampak pembengkakan pada kakinya, sementara bagi orang yang sehat tidak perlu meminum obat.
Namun Tania mengungkapkan, sebenarnya bagi masyarakat yang sehatlah yang seharusnya meminum obat untuk pencegahan setiap bulan Oktober selama lima tahun berturut-turut.
Obat tersebut berfungsi untuk pencegahan bila seseorang belum terinfeksi, atau untuk membunuh cacing filaria di tubuh seseorang sebelum menimbulkan gejala pembengkakan.
Obat tak menyembuhkan bengkak
Tania juga menerangkan ada masyarakat yang sudah terinfeksi dan terjadi pembengkakan pada kakinya tidak merasakan kesembuhan.
Faktanya, obat yang diberikan dalam program Belkaga memang bukan untuk kuratif atau penyembuhan melainkan hanya untuk pencegahan.
Untuk orang yang terinfeksi dan telah terjadi pembengkakan stadium awal, harus diobati di fasilitas kesehatan agar tidak berlanjut. Namun masyarakat yang telah terinfeksi dan terjadi pembengkakan yang tinggal di daerah endemis tetap harus meminum obat pencegahan agar tidak terinfeksi lagi.
Obat membuat demam dan muntah
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi mengatakan konsumsi obat penyakit kaki gajah ini memang terkadang menyebabkan efek samping.
Beberapa efek samping yang terjadi ialah sakit kepala, demam, mual atau muntah, dan mengantuk. Di masyarakat, efek samping yang terjadi seperti ini diinformasikan kepada masyarakat lainnya agar tidak meminum obat penyakit kaki gajah.
Padahal faktanya efek samping tersebut adalah proses pembunuhan cacing-cacing parasit di dalam tubuh.
"Pada orang yang ada microfilarianya, ada efek samping demam, mual, sakit kepala. Karena itu proses dari reaksi microfilaria (anak cacing filaria) yang terbunuh. Itu berarti efektif pengobatannya," kata Jane.
Dia mengatakan efek samping tersebut biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu tiga hari. Namun bila efek samping terlihat serius, segera periksakan ke Puskesmas atau klinik terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Akan tetapi obat kaki gajah tidak akan berdampak apa-apa pada tubuh seseorang yang sehat atau tidak terdapat cacing filariasis dalam tubuhnya.
Tania yang telah melakukan penelitian dan pengobatan filariasis pada beberapa daerah di Indonesia selama bertahun-tahun menyebutkan biasanya masyarakat desa lebih mudah untuk meminum obat ketimbang penduduk kota yang masih ada penolakan.
Dia menerangkan bahwa eliminasi penyakit kaki gajah di Indonesia akan mudah apabila masyarakat mau dan tanpa penolakan meminum obat pencegahan. Oleh karena itu dibutuhkan sosialisasi yang gencar kepada masyarakat dan bahkan pada pemerintah dan kepala daerah setempat.
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani