tirto.id - Terdakwa kasus narkoba happy water, Padlil Raif dan Firdaus, divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Kamis (5/12/2024). Sebelumnya, kedua terdakwa ini dituntut mati terhadap pembuatan narkotika tersebut.
"Menghukum terdakwa masing-masing dihukum pidana penjara selama 20 tahun dikurangi masa penahanan yang telah dijalani," ucap Abd Kadir saat membaca amar putusan di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Kamis (5/12/2024).
Selain itu, terdakwa dihukum pidana denda sebesar Rp10 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti kurungan selama setahun.
Majelis hakim menilai, kedua terdakwa terbukti bersalah karena meracik narkoba happy water di sebuah rumah kontrakan di Jalan Ngesrep Barat III, Kota Semarang, Jawa Tengah. Happy water termasuk narkotika jenis baru. Majelis hakim menilai narkoba happy water merupakan barang haram jenis baru dengan cara diseduh dengan air putih.
Majelis hakim menbenarkan barang bukti dalam proses penangkapan kedua tersangka yakni 1.200 kemasan happy water berbagai merek siap edar, 14 kilogram Metamfetamina, hingga bahan oplosan narkotika. Namun, majelis hakim menilai kedua terdakwa belum layak dihukum mati sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejari Kota Semarang.
"Majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa yang menuntut hukuman mati karena ada pertimbangan-pertimbangan meringankan," ucap Abd Kadir.
Hakim pun menyampaikan hal yang memberatkan dan meringankan perkara. Pertimbangan memberatkan adalah kedua terdakwa dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas narkotika. Kemudian, narkotika merupakan barang terlarang yang dapat merusak kesehatan dan generasi bangsa, serta narkotika merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.
Sementara itu, pertimbangan yang meringankan adalah terdakwa hanya orang yang disuruh membuat narkoba sementara bandar belum tertangkap. Kemudian, terdakwa baru bekerja 3 hari dalam memroses narkoba dan baru mendapat upah Rp1 juta. Terakhir, para terdakwa mengakui kesalahannya.
Terdakwa melanggar Pasal 113 Ayat (2) Jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009.
Atas vonis tersebut, baik terdakwa maupun jaksa menyatakan pikir-pikir terlebih dulu untuk memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak.
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Andrian Pratama Taher