tirto.id - 17 organisasi masyarakat sipil mendorong pemerintah untuk melindungi para pembela HAM. Pasalnya, para pembela hak asasi manusia masih sering mengalami ancaman dan kekerasan.
"Kerentanan dan kekerasan masih terus dialami oleh pembela HAM di berbagai konteks dan sektor," ujar Herlambang P Wiratman, akademisi dari Universitas Airlangga di Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Herlambang menilai, para pembela HAM terdiri dari berbagai jenis profesi seperti guru, dosen, aparatur sipil negara, jurnalis dan penyidik.
Menurut dia, model pelanggaran HAM pun terjadi dalam berbagai bentuk seperti perampasan tanah, perampasan sumber kehidupan, pembungkaman ekspresi dan berserikat hingga ancaman dalam pembelaan haknya.
Dalam catatan Yayasan Perlindungan Insani, ada sekitar 131 orang yang pernah menjadi korban saat membela HAM. Namun, apabila dihitung secara komunitas, jumlah korban mencapai 314 orang.
Bentuk ancaman terbesar adalah kriminalisasi (107 orang), kekerasan fisik (20 orang) dan kekerasan psikis (4 orang). Pelaku ancaman pun variatif mulai dari hakim (64 kasus), polisi (30 kasus), perusahaan (8 kasus) orang tidak dikenal (8 kasus) dan akademisi (2 kasus).
Dinda Nur Annisa, aktivis dari Solidaritas Perempuan menyayangkan karena sampai saat ini belum ada peraturan spesifik untuk melindungi pembela HAM. Selain itu, penyelesaian kasus HAM yang menyasar kaum intelektual juga masih minim.
“Berdasarkan itu lah kami dari koalisi pembela HAM Indonesia dalam peringatan 20 tahun deklarasi pembela HAM meminta kepada pemerintah untuk melakukan langkah konkret," tegas Dinda di Komisi Yudisial.
Yang lebih penting lagi, Koalisi Pembela HAM juga mendesak Presiden Jokowi segera membuat regulasi perlindungan HAM.
Selain itu, mereka juga mendorong DPR dan Kemenkumham memasukkan poin perlindungan pembela HAM dalam revisi UU 39 tahun 1999 tentang HAM dan mendorong DPR serta Presiden membahas UU perlindungan pembela HAM.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto