tirto.id - Komnas HAM melakukan penyelidikan selama enam bulan terhadap 65 saksi peristiwa Rumoh Geudong di Aceh. Hasilnya, ada lima unsur permulaan yang cukup untuk dikategorikan sebagai dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Ketua Tim Penyelidik Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan lima unsur tersebut tertera dalam Pasal 7 huruf b juncto Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
“Yakni perkosaan atau bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penyiksaan, pembunuhan, penghilangan orang secara paksa dan perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik secara sewenang-wenang,” ujar Anam di Komnas HAM, Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Anam menyatakan, kelima unsur itu merupakan hasil dari pelaksanaan kebijakan secara sistematis pemerintahan saat itu yakni menetapkan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) sejak 1989-1998.
Dia menyatakan, penyelidikan kali ini menggunakan skema pro justicia setelah diputuskan dalam paripurna Komnas HAM pada 20 Agustus 2018. Delapan hari berikutnya, lanjut Anam, pihaknya mengirimkan hasil penyelidikan ke Kejaksaan Agung yang berperan sebagai penyidik.
Kemudian, berdasarkan rangkaian peristiwa serta keterangan saksi dan dokumen, Komnas HAM menemukan oknum yang diduga bertanggung jawab yaitu Kopassus dan pihak lain yang membantu mereka. Seperti Komandan dan anggota Kopassus, Komandan dan anggota Baret Hijau dengan logo Gajah Putih, Komandan dan anggota Brimob.
Dari pihak sipil yang bisa diminta pertanggungjawaban ialah tenaga pembantu operasional (cuak), ketua regu siskamling, dan geuchik (kepala desa) Gampong Ulee Tutue.
Selanjutnya, Anam berharap agar Kejaksaan Agung cepat memproses kasus ini lantaran kesaksiannya kuat, cukup bukti dan locus yang diketahui jelas. Tim juga turun langsung ke lokasi kejadian.
“Dengan telah dikirimkannya laporan penyelidikan ini ke Jaksa Agung, kami berharap proses lanjutan dapat berjalan dengan baik dan segera diajukan ke pengadilan, untuk menjawab hak atas keadilan,” tutur Anam.
Laporan ini dilakukan oleh instansi tersebut termasuk melibatkan Komnas HAM Perwakilan Aceh dan merupakan laporan pro justicia pertama yang dilakukan oleh komisioner Komnas HAM periode 2017-2022.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto