tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 15 orang sebagai tersangka kasus praktik pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Para tersangka yang ditetapkan mulai dari petugas Rutan KPK hingga Kepala Rutan KPK.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, sebut belasan tersangka ini ditahan selama 20 hari di Rutan Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan. “Menahan para tersangka dimaksud selama 20 hari pertama, terhitung 15 Maret-3 April 2024 di Rutan Polda Metro Jaya,” kata dia dalam keterangan yang diterima, Senin (18/3/2024).
Asep menyebutkan, ke-15 tersangka itu terdiri dari Achmad Fauzi selaku Kepala Rutan KPK, Hengki selaku pegawai negeri yang dipekerjakan di Rutan KPK, Deden Rochendi selaku petugas pengamanan dan Plt Kepala Rutan KPK periode 2018, Sopian Hadi selaku petugas pengamanan.
Lalu, Ristanta selaku Plt Kepala Cabang Rutan KPK periode 2021, Ari Rahman Hakim selaku petugas Rutan KPK, Agung Nugroho selaku petugas Rutan KPK, Eri Angga Permana selaku petugas Rutan KPK periode 2018-2022, Ricky Rachmawanto selaku petugas Rutan KPK.
Kemudian, Muhammad Ridwan selaku petugas Rutan KPK, Suharlan selaku petugas Rutan KPK, Ramadhan Ubaidillah A selaku petugas Rutan KPK, Mahdi Aris selaku petugas Rutan KPK, Wardoyo selaku petugas Rutan KPK, Muhammad Abduh selaku petugas Rutan KPK.
Menurut Asep, konstruksi perkara praktik pungli itu bermula saat Hengki mengadakan pertemuan di Tebet, Jakarta Selatan pada 2019. Dalam pertemuan itu, Hengki mengajak Deden, Ridwan, Ramadhan, dan Ricky.
Hengki kemudian menunjuk Ridwan sebagai "lurah" di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Mahdi sebagai "lurah" di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih serta Suharlan sebagai "lurah" di Rutan KPK pada Gedung ACLC.
“Berlanjut hingga 2020, terjadi pergantian komposisi personel ‘lurah’ di antaranya WD [Wardoyo], MA [Muhammad Abduh], RR [Ricky] dan RUA [Ramadhan],” kata Asep.
“Lurah” bertugas mengumpulkan dan membagi yang dari para tahanan melalui koordinator tahanan di tiga rutan cabang KPK. Hengki merupakan pihak yang mencetuskan sistem penunjukan koordinator tahanan.
Menurut Asep, modus yang dilakukan HK cs kepada para tahanan yang dimintai pungli itu memberikan fasilitas ekslusif. Misalnya, percepatan masa isolasi, perizinan menggubakan ponsel dan powerbank serta informasi inspeksi mendadak (sidak).
Para tahanan yang tidak atau terlambat menyetorkan pungli diperlakukan secara tidak nyaman, mulai dari kamar tahanan dikunci dari luar hingga mengurangi jatah berolahraga.
“Besaran uang untuk mendapatkan layanan-layanan tersebut bervariasi dan dipatok mulai dari Rp300ribu-Rp20 juta yang kemudian disetorkan secara tunai maupun melalui rekening bank penampung dan dikendalikan oleh lurah,” kata Asep.
Berdasar pemeriksaan, uang hasil pungli yang diterima para tersangka bervariasi. Achmad Fauzi, misalnya, mendapatkan jatah Rp10 juta. Sementara itu, Hengki mendapatkan Rp3 juta-Rp10 juta. Petugas lain mendapatkan uang mulai Rp500 ribu-Rp10 juta.
Asep mengungkapkan, sejak 2019-2023, besaran uang yang diterima Hengki dll mencapai Rp6,3 miliar. KPK masih menyelidiki apakah uang yang diterima lebih besar dari nominal tersebut.
“Tersangka AF dkk disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," urai Asep.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Abdul Aziz