tirto.id - Pemerintah memandang respons pengusaha terhadap 11 paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan selama ini masih belum sesuai harapan, hal ini diungkapkan Deputi Bidang Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Eddy Putra Irawady, di Palembang pada Senin (18/4/2016).
Untuk itu, pemerintah di tingkat pusat menilai sangat perlu dilakukan pengecekan ke tingkat bawah yakni ke pemerintah kabupaten/kota mengenai implementasi dari paket kebijakan itu, seperti terkait perizinan, penyaluran Kredit Usaha Rakyat, dan lainnya.
"Ini yang menjadi pertanyaan pemerintah, kenapa respons dari pengusaha tidak terlalu signifikan. Padahal, sudah 11 paket kebijakan yang dikeluarkan dan didongkrak juga dengan pembangunan infrastruktur," kata Eddy.
Menurutnya pengecekan tersebut sangat penting agar pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan tren meningkat sejak triwulan IV/2015 dapat terjaga pada tahun ini karena pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1 hingga 5,3 persen.
Untuk jangka panjang, pemerintah juga berkeinginan pertumbuhan sektor industri terus naik karena dalam dua dekade terakhir terus tergerus dan hanya mampu tumbuh di kisaran 4-5 persen pada 2015.
Eddy menjelaskan Indonesia sempat mengalami masa keemasan industri pada tahun 1994 yakni sektor nonmigas mengalami pertumbuhan 11 persen dan manufaktur 10,24 persen.
"Lantas bagaimana supaya Indonesia kembali ke tahun 1994, maka perlu adanya pembenahan di sektor industri," ujarnya.
Menurut Eddy, selain mendorong dari dari sisi regulasi, industri dalam negeri juga didorong dengan pembangunan Kawasan Ekonomi Khsusus, pembangunan pusat logistik, dan sejumlah kawasan industri baru, termasuk melirik sektor wisata untuk tambahan devisa negara.
"Apa-apa yang menghambat selama ini harus dibenahi, dan salah satunya melalui paket kebijakan," kata dia.
Namun, lantaran penyakit di bidang industri sudah menahun, maka tidak dapat dilakukan dengan cepat, contohnya perbaikan tata kelola perizinan usaha.
"Iklim investasi dan perdagangan Indonesia itu penuh ketidakpastian dan terlalu mahal. Jadi yang ada saat ini, banyak investor yang sudah masuk ke Indonesia masih menunda realisasi penanaman modalnya atau hanya membeli perusahaan yang ada. Perlu upaya serius untuk membenahi penyakit yang sudah berkarat ini," kata dia. (ANT)
Reporter: Rima Suliastini