tirto.id - Memasuki Oktober 2024, serangan massif tentara Israel di Gaza telah genap berjalan 12 bulan. Setelah aksi kelompok Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu, yang menewaskan 1.139 jiwa dan menyandera 250 orang, serangan balasan dari Israel nampaknya sama sekali tidak terhentikan.
Konflik ini sekarang bermutasi menjadi bencana kemanusiaan. Seruan banyak negara, juga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seolah tidak ada pengaruhnya.
1 Tahun Genosida Gaza
Selama setahun terakhir, serbuan Israel ke Gaza yang didasari dalih memburu para militan Hamas sudah menewaskan hampir 42.000 rakyat Palestina, mengutip laporan Al-Jazeera. Data dari pejabat kesehatan Palestina itu juga mengungkapkan 16.756 anak-anak telah terbunuh di Gaza. Sebanyak 1.300 di antaranya merupakan bayi di bawah usia dua tahun.
Data korban perang Israel di Gaza tadi masih ditambah dengan 96.000 orang yang terluka akibat bom, peluru, mortir, hingga bangunan runtuh. Angka korban perang, yang disebut oleh banyak pegiat HAM sebagai Genosida, ini diprediksi terus bertambah. Institute for Middle East Understanding (IMEU) mencatat, lebih dari 10 ribu warga Gaza dilaporkan masih hilang di bawah reruntuhan bangunan. Sekitar 90 persen dari 2,3 juta warga Gaza juga terpaksa mengungsi dan hidup berdesakan di tenda-tenda tanpa listrik maupun sanitasi bersih.
Di belahan dunia lain, setahun belakangan, bersamaan dengan maraknya demonstrasi yang mengutuk serangan brutal ke Gaza, muncul gerakan boikot yang bertujuan menggerus kapasitas ekonomi Israel. Tidak terbatas pada produk-produk buatan Israel, sejumlah perusahaan multinasional juga menjadi target boikot. Gerakan boikot menarget pula perusahaan yang petinggi atau manajemennya kedapatan mendukung serangan Israel ke Gaza.
List boikot Israel sejak setahun lalu telah menyebar di media sosial dan mendapatkan dukungan dari jutaan warganet di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sayangnya, sebagian unggahan tentang daftar boikot produk Israel di Indonesia sempat memuat informasi tidak akurat.
Supaya tidak Salah, Ini List Boikot yang Masih Perlu Diperhatikan
Perang di mana pun membawa dampak sampingan, terutama korban sipil. Nampaknya pola ini terjadi pada gerakan boikot Israel. Sebagian perusahaan yang tidak memiliki keterkaitan dengan Israel ikut menjadi sasaran boikot.
Perusahaan-perusahaan yang menjadi 'target boikot salah sasaran' tidak sekadar harus repot memberikan klarifikasi. Mereka pun mesti berupaya keras agar omzet penjualan tidak terus merosot dan berujung pada PHK karyawan.
Untuk itu, masyarakat yang mendukung gerakan boikot Israel penting untuk menyerap informasi akurat. Ini agar boikot ‘produk haram beli’ karena berafiliasi dengan Israel justru tidak menjadi peluru liar.
Gerakan boikot produk Israel diinisiasi oleh BDS Movement sejak dua dekade lalu dan meningkat pesat pengaruhnya setahun terakhir. Gerakan BDS (Boikot, Divestasi, dan Sanksi) mengambil taktik non-kekerasan.
BDS menyerukan boikot terhadap perusahaan Israel dan internasional yang dianggap terlibat dalam pelanggaran hak-hak rakyat Palestina. Tujuan utamanya untuk mengakhiri dukungan ekonomi terhadap penindasan Israel pada rakyat Palestina.
Terinspirasi oleh gerakan anti-apartheid Afrika Selatan yang mengandalkan boikot sebagai senjata utama, penggerak BDS berharap strategi yang sama bisa memaksa Israel mematuhi hukum internasional dan menghormati hak-hak rakyat Palestina.
"BDS adalah cara paling efektif bagi orang-orang yang peduli untuk mengekspresikan solidaritas mereka dengan hak asasi manusia Palestina," kata Luqa Abu Farah, Koordinator BDS Nasional di Amerika Utara seperti dilansir Time.
Gerakan BDS memiliki target boikot spesifik. Gerakan ini secara strategis memboikot perusahaan yang menjadi penyokong utama pendudukan Israel di Palestina. Contohnya, BDS memboikot perusahaan-perusahaan penyedia perangkat atau senjata untuk militer Israel.
BDS juga menekan sejumlah perusahaan agar melakukan divestasi sehingga tidak lagi berinvestasi di korporasi pendukung aksi Israel di Palestina.
Setelah perang Gaza meletup awal Oktober tahun lalu, BDS pun mendukung inisiatif 'target boikot organik' dari publik dengan sasaran sejumlah perusahaan yang terbukti mendukung serangan Israel. Boikot ini, misalnya, menyasar perusahaan yang secara langsung maupun melalui rantai cabangnya menyuplai makanan dan minuman gratis untuk tentara Israel (IDF).
Bisa disimpulkan, list boikot Israel yang dirilis oleh BDS Movement dibuat dengan alasan kuat. Selain didasari oleh bukti dukungan sebuah perusahaan pada penjajahan Israel, daftar boikot memuat tujuan strategis untuk membebaskan rakyat Palestina dari penindasan.
BDS Movement melalui laman resminya, bdsmovement.net, menyatakan mereka berfokus mengarahkan boikot ke sekelompok kecil perusahaan yang spesifik untuk memaksimalkan dampak.
Merujuk pada situs web resmi BDS Movement, berikut ini daftar produk atau perusahaan yang diboikot karena mendukung Israel:
- HP [Hewlett Packard membantu menjalankan sistem ID biometrik Israel untuk membatasi pergerakan warga Palestina]
- Siemens [Siemens mendukung pemukiman ilegal Israel di Palestina lewat rencana pembangunan Interkonektor EuroAsia untuk menghubungkan jaringan listrik Israel dan Eropa]
- AXA [AXA berinvestasi di bank-bank Israel, yang membiayai perampasan tanah dan sumber daya alam Palestina]
- Puma [Puma mensponsori Asosiasi Sepak Bola Israel, yang mencakup tim-tim dari permukiman ilegal Israel di Palestina]
- SodaStream [Soda Steam aktif terlibat dalam kebijakan Israel untuk menggusur warga asli Badui-Palestina di Naqab (Negev)]
- Ahava [Produsen kosmetik Ahava memiliki tempat produksi, pusat pengunjung, dan toko dalam area pemukiman ilegal Israel di Palestina].
- Sabra [Sabra hummus adalah perusahaan patungan PepsiCo dan Strauss Group, sebuah perusahaan makanan Israel yang memberikan dukungan finansial kepada tentara Israel]
- Buah dan Sayuran Israel [Buah-buahan, sayuran, dan anggur dari Israel sering kali diberi label yang salah sebagai “Produk dari Israel” padahal ditaman di tanah Palestina yang dicuri].