tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Permasyarakatan RI, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan, tragedi Kerusuhan Mei 1998 tidak termasuk dalam pelanggaran HAM berat.
"Nggak," kata Yusril di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2024).
Yusril mengingatkan bahwa pelanggaran HAM berat harus memiliki sejumlah prasyarat, salah satunya terjadi genosida atau pembantaian besar-besaran yang menghabisi banyak nyawa.
"Pelanggaran HAM yang berat itu kan genocide, ethnic cleansing, tidak terjadi dalam beberapa dekade terakhir," kata Yusril.
Dia menyebut pelanggaran HAM berat banyak terjadi saat era kolonial masih bercokol di Indonesia. Dia menyoroti banyaknya tragedi pembunuhan di masa penjajahan namun tak pernah diusut hingga Indonesia merdeka.
"Mungkin terjadi justru pada masa kolonial ya, pada waktu awal peran kemerdekaan kita 1960an," katanya.
Yusril mengeklaim, dalam kurun beberapa dekade, Indonesia sudah tak lagi mengalami pelanggaran HAM.
"Jadi sebenarnya kita tidak menghadapi persoalan pelanggaran HAM yang berat dalam beberapa tahun terakhir," kata dia.
Meski menyampaikan bahwa Tragedi 1998 bukan bagian dari pelanggaran HAM berat, Yusril mengklaim memiliki jejak rekam yang baik dalam menegakkan HAM. Bahkan, mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu sempat mengikuti proses sidang HAM di PBB.
"Pada waktu itu (saat menjabat Menteri Hakim dan HAM) saya sudah membentuk pengadilan HAM ad hoc, maupun pengadilan HAM konvensional," kata dia.
Perlu diketahui, kerusuhan Mei 1998 atau tragedi 1998 merupakan salah satu catatan kelam pelanggaran HAM di Indonesia. Peristiwa ini merupakan kerusuhan yang bernuansa suku, ras, dan antar-golongan, hingga kejahatan seksual terhadap perempuan.
Komnas HAM menyatakan sebagai kerusuhan Mei 1998 sebagai salah satu kasus pelanggaran HAM berat. Akan tetapi, kasus ini tidak kunjung selesai dan masih menjadi 'utang' dalam penyelesaian kasus HAM masa lalu.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher