Menuju konten utama

Amnesty: Jangan Lupa, Negara Belum Tuntaskan Tragedi Mei 1998

Hingga saat ini, Negara belum menuntaskan kasus Mei 1998 termasuk pada kasus kekerasan seksual yang sebagian besar terjadi pada perempuan Tionghoa.

Amnesty: Jangan Lupa, Negara Belum Tuntaskan Tragedi Mei 1998
FOTO ARSIP: Seorang pemuda melempar kainnya ke mobil yang terbakar di jalan Otista, Jakarta Timur, ketika massa tertahan di sekitar Jakarta, Kamis (14/5/1998). Kerusuhan massa telah terjadi setelah empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak mati oleh polisi anti huru hara sementara para mahasiswa mengadakan demonstrasi massa menyerukan agar Soeharto mengundurkan diri. FOTO ARSIP ANTARA FOTO/Zarqoni Maksum/asf/hp.

tirto.id - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan bahwa kasus tragedi kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998 tak boleh dilupakan begitu saja oleh publik. Pasalnya, rangkaian kasus tersebut hingga saat ini belum dituntaskan oleh negara.

“Kerusuhan, penjarahan, dan kekerasan seksual adalah memori sejarah yang melekat tentang Tragedi Mei 1998. Sayangnya hingga hari ini, belum ada upaya konkret dari negara untuk menuntaskannya," kata Usman lewat keterangan tertulisnya pada Senin (15/5/2023).

Kata Usman, hasil temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kala itu menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi secara sistematis dan terencana, dan negara juga sudah mengakuinya sebagai pelanggaran HAM yang berat.

Namun, menurut Usman, pengakuan itu tidak cukup. Ia menyebut harus ada upaya nyata untuk mengusut tuntas tragedi ini.

Pasalnya, lanjut Usman, kasus yang terjadi 25 tahun lalu itu menimbulkan dampak serius terhadap korban dan warga masyarakat secara luas dengan memakan korban lebih dari seribu jiwa.

"Ditambah dengan kekerasan seksual yang sebagian besar ditujukan terhadap perempuan Tionghoa selama kerusuhan Mei 1998 tidak hanya melanggar hak-hak mereka untuk kebebasan dan integritas fisik, tetapi juga merusak martabat mereka secara emosional dan psikologis," katanya.

“Para pelaku kekerasan, pemerkosaan dan pembakaran selama kerusuhan tersebut harus bertanggung jawab atas tindakan mereka," tambahnya.

Usman mengatakan gagalnya negara mengusut tuntas kasus ini akan memperkuat ketidakadilan dan memberikan sinyal negatif bahwa pelanggaran hak asasi manusia dapat dilakukan tanpa konsekuensi.

"Ini tidak hanya melanggar hak setiap warga untuk hidup dengan aman, tetapi juga menciptakan iklim ketakutan dan trauma yang berkepanjangan terutama warga Tionghoa," katanya.

Peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998 dipandang sebagai tragedi nasional yang sangat menyedihkan dan tercela bagi martabat serta kehormatan manusia, bangsa dan negara secara keseluruhan.

Kerusuhan dan kekerasan massal tanggal 13-15 Mei 1998 tidak dapat dilepaskan dari konteks keadaan dan dinamika sosial-politik masyarakat Indonesia pada saat itu, serta dampaknya yang meluas.

Peristiwa-peristiwa sebelumnya seperti Pemilu 1997, penculikan ​sejumlah aktivis, krisis ekonomi, Sidang Umum MPR-RI 1998, aksi protes mahasiswa yang terus-menerus dilakukan, serta meninggalnya mahasiswa Universitas Trisakti dalam tragedi penembakan, semuanya berkaitan dengan peristiwa tanggal 13-15 Mei 1998.

Baca juga artikel terkait TRAGEDI MEI 98 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Restu Diantina Putri