tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, bakal memprioritaskan penerapan keadilan restoratif (restorative justice) dalam menangani kasus pidana.
Hal ini ia nyatakan di depan kepala daerah se-Indonesia yang ikut agenda Rakornas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun 2024 di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/11/2024).
Menurut Yusril, pemerintah pusat memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) dalam waktu singkat. Salah satunya, yakni menyelesaikan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.
"Yang penekanannya sanksi pidana tidak lagi pada pembalasan seperti yang kita kenal dalam hukum kolonial, tapi lebih mengedepankan restorative justice, lebih mendekatkan kepada keadilan restoratif," ucap dia.
Yusril meyakini hak korban dalam perkara pidana dapat dipulihkan melalui restorative justice. Di saat yang bersamaan, keadilan restoratif disebut dapat membuat kedamaian di antara masyarakat.
"Pemulihan hak-hak dari korban, dan terciptanya kedamaian ketentraman, dan kemudian keadilan di tengah-tengah masyarakat," sebutnya.
Yusril mengatakan restorative justice bukan penyelesaian perkara pidana yang baru di Tanah Air. Mengingat, hukum adat dan hukum Islam juga diterapkan di Indonesia.
Kata Yusril, baik hukum adat maupun hukum Islam mengedepankan aspek restoratif. Melalui kedua hukum tersebut, pihak yang berkasus diminta bermusyawarah untuk damai, sama halnya seperti penerapan restorative justice.
"Hukum adat dan hukum Islam mengedepankan adanya aspek restoratif. Di mana para pihak disuruh untuk bermusyawarah, berdamai, mencari jalan tengah menyelesaikan konflik," tutur Yusril.
"Kalau tidak bisa diselesaikan, baru norma-norma hukum pidana dipaksakan," imbuhnya.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Bayu Septianto